2.1 Peta Konsep
2.2 Pengertian Inflamasi
Radang (bahasa
Inggris: inflammation)
adalah respon
dari suatu organisme
terhadap patogen
dan alterasi mekanis dalam jaringan,
berupa rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan yang mengalami cedera, seperti
karena terbakar, atau terinfeksi (wikipedia: 2013). Inflamasi merupakan reaksi
lokal jaringan hidup terhadap jejas dengan cara memobilisasi semua bentuk
pertahanan tubuh berupa reaksi vaskuler, neurologik, humoral, dan selular.
Macam-macam inflamasi dibagi menjadi dua, yaitu akut dan kronis.
Inflamasi akut adalah reaksi tubuh terhadap jejas dengan mengaktifkan sistem
pertahanan tubuh dalam waktu yang relatif singkat. Sedangkan inflamasi kronis
merupakan radang yang berlangsung lama.
Tanda-tanda radang ada 5, yaitu:
a. Rubor
Rubor adalah kemerahan,
merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami inflamasi. Saat
reaksi inflamasi timbul, terjadi pelebaran arteriola yang mensuplai darah ke
daerah yang mengalami inflamasi. Sehingga lebih banyak darah mengalir ke sirkulasi
lokal dan kapiler meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah.
b. Kalor
Kalor atau panas terjadi bersamaan
dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut. Kalor disebabkan pula oleh sirkulasi
darah yang meningkat, sebab darah yang memiliki suhu 37oC disalurkan ke
permukaan tubuh yang mengalami inflamasi lebih banyakdari pada ke daerah
normal.
c. Tumor
Pembengkakan atau tumor sebagian
disebabkan hiperemi dan sebagian besar ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan
sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial.Campuran dari
cairan dan sel yang tertimbun di daerah inflamasi disebut eksudat meradang.
d. Dolor
Dolor atau rasa nyeri merupakan akibat dari perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu yang dapat
merangsang ujung-ujung saraf. Pengeluaran zat seperti histamin atau zat
bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Rasa sakit disebabkan pula oleh
tekanan yang meninggi akibat pembengkakan jaringan yang meradang.
e. Fungsiolaesa
Berdasarkan asal katanya, fungsiolaesa
adalah fungsi yang hilang (Dorland, 2002). Fungsiolaesa merupakan reaksi inflamasi
yang telah dikenal. Akan tetapi belum diketahui secara mendalam mekanisme
terganggunya fungsi jaringan yang meradang.
Inflamasi merupakan pertanda baik bagi tubuh, karena sebagai peringatan
awal akan terjadinya cedera sebelum semakin parah. Respon inflamasi yang terjadi
karena cedera tersebut akan melokalisir cedera. Hal ini dilakukan agar cedera
tidak semakin meluas. Kemudian tubuh akan mengatasi cedera tersebut di daerah
yang dilokalisir tersebut. Sel-sel yang mati atau bahkan bakteri yang mungkin
terdapat dalam cedera akan diatasi pada fase ini, sehingga patogen yang ada
akan dihilangkan. Setelah itu, tubuh akan memperbaiki sel-sel yang rusak atau
meregenerasi jaringan.
2.3 Mekanisme Inflamasi
Olahraga merupakan pengelolaan tubuh secara sistematis dalam bentuk fisik
untuk memperoleh tujuan tertentu. Bukan hanya untuk meningkatkan prestasi,
tetapi juga untuk meningkatkan derajat kebugaran jasmani individu agar dapat
tetap melakukan aktivitas sehari-hari dengan tanpa merasakan kelelahan yang
berarti.
Terlepas dari pada itu, olahraga sendiri tidak bisa lepas dari resiko
terjadinya cedera. Cedera yang terjadi akan menimbulkan dampak-dampak yang
berpengaruh dari aktivitas tubuh itu sendiri. Respon tubuh tersebut berupa
terjadinya inflamasi akibat cedera yang ada. Cedera akan direspon oleh tubuh
melalui sel reseptor, dan mengirimnya ke otak tepatnya hipotalamus dalam bentuk
impuls. Hipotalamus akan merespon dengan HPA axis, karena terjadi stres fisik
pada tubuh. Hasilnya adalah Ach (asetilkolin). Asetilkolin yang meningkat di
dalam tubuh yang disekresi dari organ-organ dalam tubuh seperti hati, limpa,
dan jantung akan menyebabkan produksi sitokin meningkat, seperti IL6 dan TNFα.
Hal tersebut dapat mengaktifkan pula sel mast dan sel makrofag yang akan
mengeluarkan histamin dan heparin. Ini akan menyebabkan vasodilatasi pada
pembuluh darah.
Seiring mengembangnya pembuluh darah akan terjadi pula perubahan
permeabilitasnya, sehingga komponen tertentu di dalam darah seperti plasma
darah dan sel dapat keluar dari pembuluh menuju daerah cedera tersebut. Hal ini
merupakan proses yang baik bagi tubuh, karena leukosit akan mudah keluar dan
menuju pusat cedera dan menyembuhkan serta meregenerasi sel yang rusak.
2.4 Inflamasi pada Olahraga
Kegiatan olahraga sekarang terus
dipacu untuk dikembangkan dan ditingkatkan bukan hanya olahraga prestasi atau
kompetisi, tetapi olahraga juga untuk kebugaran jasmani secara umum. Kebugaran
jasmani tidak hanya punya keuntungan secara pribadi, tetapi juga memberikan
keuntungan bagi masyarakat dan negara. Oleh karena itu kegiatan olahraga
sekarang ini semakin mendapat perhatian yang luas.
Bersamaan dengan meningkatnya
aktivitas keolahragaan tersebut, korban cedera olahraga juga ikut bertambah.
Sangat disayangkan jika hanya karena cedera olahraga tersebut para pelaku
olahraga sulit meningkatkan atau mempertahankan prestasi. Cedera yang dialami
berkaitan erat dengan inflamasi yang terjadi pada tubuh. Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya bahwa inflamasi tersebut ada sebagai respon akibat adanya
organ tubuh yang mengalami kelainan fungsi karena faktor tertentu. Ini
sebenarnya hal baik yang dilakukan tubuh, karena dapat dijadikan sebagai
peringatan agar tidak terjadi hal buruk atau cedera yang semakin berat.
Banyak faktor yang menghasilkan mekanisme cedera atau trauma pada
olahraga yang dapat menimbulkan inflamasi atau peradangan. Cedera pada jaringan
lunak seperti cedera ligamen, kapsul sendi, atau otot dapat terjadi baik oleh
trauma langsung maupun tidak langsung. Cedera jaringan lunak tersebut
dihasilkan dari trauma tumpul atau beban yang berlebihan, keadaan ini dikenal
dengan nama makrotrauma misalnya robekan otot atau sprain ligamen. Disisi lain
trauma tidak langsung dihasilkan dari beban submaksimal yang disertai dengan
tanda dan gejala dan tidak muncul secara tiba tiba.
Cedera sendiri terdiri dari 3 fase yaitu:
a. Akut
Pada akut adalah fase trauma langsung dari beban berlebihan secara tiba
tiba atau makrotrauma (misal gerakan meledak pelari 100 meter dari balok
start).
b. Sub
akut/overuse
Fase subakut terjadi pada saat peningkatan beban degenerasi (proses
penurunan anatomi dan fisiologi jaringan) pada jaringan tubuh yang terjadi
secara kumulatif (contoh tendinitis achiles pada pelari jarak jauh). Tipe
terakhir adalah fase akut/kronik, adalah gabungan antara beban yang kumulatif
dan beban berlebih secara tiba-tiba (putusnya kronik tendinitis achiles pada
pelompat jauh).
c. Kronis
Pada kronis sendiri adalah kondisi tanpa adanya inflamasi. Dan kondisi
kronis ini akan menjadi akut yang disertai inflamasi bila mendapatkan beban
berlebihan secara tiba tiba.
Cedera olahraga jika tidak
ditangani dengan cepat dan benar dapat mengakibatkan gangguan atau keterbatasan
fisik, baik dalam melakukan aktivitas hidup sehari-hari maupun melakukan
aktivitas olahraga yang bersangkutan. Bahkan bagi atlit cedera ini bisa berarti
istirahat yang cukup lama dan mungkin harus meninggalkan sama sekali hobi dan
profesinya. Oleh sebab itu dalam penaganan cedera olahraga harus dilakukan
secara tim yang multidisipliner.
Cedera olahraga dapat digolongkan 2 kelompok
besar :
a.
Kelompok
kerusakan traumatik (traumatic
disruption).
Contoh cedera seperti : lecet,
lepuh, memar, leban otot, luka, “stram” otot, “sprain” sendi, dislokasi sendi,
patah tulang, trauma kepala, leher, tulang belakang, trauma tulang pinggul,
trauma pada dada, trauma pada perut, cedera anggota gerak atas dan bawah.
b.
Kelompok sindroma
penggunaan berlebihan (over use
syndromes).
Lebih spesifik yang berhubungan
dengan jenis olahraganya, seperti : tenis elbow, golfer’s elbow swimer’s
shoulder, jumper’s knee, stress fracture pada tungkai dan kaki.
Inflamasi pada olahraga sebenarnya
banyak terjadi. Hal ini tidak lepas dari faktor-faktor yang ada. Diperlukan
perhatian ekstra agar tidak terjadi cedera yang menyebabkan peradangan atau
inflamasi. Terlepas dari itu inflamasi merupakan hal yang bagus bagi tubuh,
karena dapat dijadikan sebagai sebuah peringatan. Adanya peringatan tersebut
agar tubuh dapat istirahat dan tidak terjadi cedera yang lebih parah, untuk
mengembalikan kondisi seperti semula. Seluruhnya tubuh melakukannya sesuai
dengan fungsi kerja dari masing-masing sistem organ tubuh. Ini akan menjadikan
tubuh untuk merespon dan selalu beradaptasi dari hal-hal yang terjadi, sehingga
tubuh tidak mengalami gangguan dalam waktu yang lama.
0 comments:
Post a Comment