Antalgin merupakan salah satu turunan pirozolon yang bersifat analgetika yang mempunyai kerja farmakologi utama analgetik, selain itu juga menunjukkan kerja antipiretik (Foye, 1995). Analgetik adalah obat yang bersifat simtomatik, berarti analgetik hanyamengurangi atau menghilangkan gejala yang berupa rasa sakit, tetapi tidak menghilangkan penyebab yang menimbulkan rasa sakit itu. Obat ini bekerja mengurangi rasa sakit dengan cara menaikkan nilai ambang (treshold) rasa sakit (Munaf, 1994).
Antalgin adalah salah satu obat penghilang rasa
sakit (Analgetik) turunan NSAID, (Non-Steroidal Anti Inflammatory Drugs).
Umumnya, obat-obatan analgetik adalah golongan obat antiinflamasi (anti
pembengkakan), dan beberapa jenis obat golongan ini memiliki pula sifat
antipiretik (penurun panas), sehingga dikategorikan sebagai
analgetik-antipiretik. Antalgin merupakan derivat metansulfonat dari
Amidopirina yang bekerja terhadap susunan saraf pusat yaitu mengurangi
sensitivitas reseptor rasa nyeri dan mempengaruhi pusat pengatur suhu tubuh.
Umumnya, cara kerja analgetik adalah
dengan menghambat sintesa neurotransmitter terentu yang dapat menimbulkan rasa
nyeri & demam. Dengan blokade sintesa neurotransmitter tersebut, maka otak
tidak lagi mendapatkan sinyal nyeri, sehingga rasa nyerinya berangsur-angsur
menghilang.
Setiap obat
harus diatur dosisnya, apapun itu, terutama jika menyangkut usia. Hal ini
karena selain luas permukaan tubuh yang berbeda-beda, juga fungsi organ tubuh
bisa jadi berbeda. Misalnya, fungsi organ tubuh anak-anak yang dalam usia
perkembangan belum sesempurna orang dewasa, dan fungsi organ tubuh manula bisa
dikatakan sudah mengalami penurunan fungsi. Oleh karena itu terutama pada kedua
golongan usia tersebut, anak-anak dan manula, dosisnya harus lebih diatur.
Selain usia, pembagian dosis juga bisa berdasarkan berat badan, karena pada
intinya, untuk bisa bekerja, obat harus berada di "site aktif"-nya,
yang mungkin saja berada di hampir seluruh bagian tubuh, yang terjadi pada
obat-obat berdosis besar (di atas 100mg per satu kali minum).
Antalgin tidak
boleh dikonsumsi oleh orang yang memiliki riwayat alergi terhadap obat-obat
golongan NSAID seperti aspirin, parasetamol, dll. Karena pada umumnya obat
golongan NSAID memiliki salah satu efek sebagai pengencer darah, maka pasien
yang sedang menjalani pengobatan dengan heparin atau obat-obatan pengencer
darah lainnya, harus lebih berhati-hati, karena jika terjadi perdarahan, akan
dapat mengakibatkan perdarahan yang lebih hebat. Untuk penderita sirosis hati,
harus menggunakan dosis minimum jika mengonsumsi antalgin. Dan pasien dengan
gagal ginjal tidak direkomendasikan mengonsumsi obat ini.
Efek penggunaan antalgin antara lain:
1. Agranulositosis
Agranulositosis adalah sumsum tulang berhenti membentuk
neutrofil, mengakibatkan tubuh tidak dilindungi terhadap bakteri dan agen lain
yang akan menyerang jaringan (Guyton, 1992 ). Agranulositosis adalah keadaan
yang sangat serius yang ditandai dengan jumlah leukosit yang sangat rendah dan
tidak adanya neutrofil ( Price Sylvia A, 1995 ). Agranulositosis adalah keadaan
yang potensial fatal dimana hampir tidak terdapat leukosit polimorfonuklear
atau jumlah granulosit yang lebih rendah dari 2000/mm³ ( Brunner, 2002 ).
2. Trombositopenia
Trombositopenia merupakan kelainan
hematologis yang ditandai oleh adanya penurunan jumlah trombosit dalam darah
perifer. Hal ini bisa disebabkan oleh adanya kegagalan sumsum tulang dalam
produksi trombosit yang memadai dan peningkatan destruksi trombosit perifer
atau sekuestrasi trombosit dalam limpa.Pada Pasien dengan trombositopenia
terdapat adanya perdarahan baik kulit seperti petekia atau perdarahan mukosa di
mulut. Hal ini mengakibatkan adanya kehilangan kemampuan tubuh untuk melakukan
mekanisme hemostatis secara normal.
Farmakokinetik Antalgin:
Pada
fase ini, antalgin mengalami proses absorbsi, distribusi, metabolisme, dan
ekskresi yang berjalan secara simultan langsung atau tidak langsung melintasi
sel membran (Anief, 1991).
1.
Absorbsi
Absorpsi,
yang merupakan proses penyerapan obat dari tempat pemberian, menyangkut
kelengkapan dan kecepatan proses tersebut. Kelengkapan dinyatakan dalam persen
dari jumlah obat yang diberikan.
2.
Distribusi
Setelah
diabsorpsi, obat akan didistribusi ke seluruh tubuh melalui sirkulasi darah.
Selain tergantung dari aliran darah, distribusi obat juga ditentukan oleh sifat
fisikokimianya. Distribusi obat dibedakan atas 2 fase berdasarkan penyebarannya
di dalam tubuh. Distribusi fase pertama terjadi segera setelah penyerapan,
yaitu ke organ yang perfusinya sangat baik misalnya jantung, hati, ginjal, dan
otak. Selanjutnya, distribusi fase kedua jauh lebih luas yaitu mencakup
jaringan yang perfusinya tidak sebaik organ di atas misalnya otot, visera,
kulit, dan jaringan lemak. Distribusi ini baru mencapai keseimbangan setelah
waktu yang lebih lama. Difusi ke ruang interstisial jaringan terjadi karena
celah antarsel endotel kapiler mampu melewatkan semua molekul obat bebas,
kecuali di otak.
3.
Metabolisme
Metabolisme
obat ialah proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi dalam tubuh dan
dikatalis oleh enzim. Pada proses ini molekul obat diubah menjadi lebih polar,
artinya lebih mudah larut dalam air dan kurang larut dalam lemak sehingga lebih
mudah diekskresi melalui ginjal. Selain itu, pada umumnya obat menjadi inaktif,
sehingga biotransformasi sangat berperan dalam mengakhiri kerja obat.
Enzim yang
berperan dalam biotransformasi obat dapat dibedakan berdasarkan letaknya dalam
sel, yakni enzim mikrosom yang terdapat dalam retikulum endoplasma halus (yang
pada isolasi in vitro membentuk mikrosom), dan enzim non-mikrosom. Kedua macam
enzim metabolisme ini terutama terdapat dalam sel hati, tetapi juga terdapat di
sel jaringan lain misalnya ginjal, paru, epitel, saluran cerna, dan plasma.
4.
Ekskresi
Obat
dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk metabolit
hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Obat atau metabolit polar
diekskresi lebih cepat daripada obat larut lemak, kecuali pada ekskresi melalui
paru. Ginjal merupakan organ ekskresi yang terpenting. Ekskresi disini
merupakan resultante dari 3 proses, yakni filtrasi di glomerulus, sekresi aktif
di tubuli proksimal, dan rearbsorpsi pasif di tubuli proksimal dan distal. Ekskresi
obat juga terjadi melalui keringat, liur, air mata, air susu, dan rambut,
tetapi dalam jumlah yang relatif kecil sekali sehingga tidak berarti dalam
pengakhiran efek obat.
Farmakodinamik Antalgin:
Sesuai analgetika, obat ini hanya
efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah sampai sedang, misalnya sakit
kepala, juga efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan radang atau
inflamasi. Analgetika bekerja secara sentral menahan nyeri. Analgesia yaitu
suatu keadaan dimana setelah pemberian analgetik, bercirikan perubahan prilaku
pada respon terhadap nyeri dan kemampuan yang berkurang untuk menerima impuls
nyeri tanpa kehilangan kesadaran (ganiswara,1981).
0 comments:
Post a Comment