Friday 6 February 2015

Antalgin


            Antalgin merupakan salah satu turunan pirozolon yang bersifat analgetika yang mempunyai kerja farmakologi utama analgetik, selain itu juga menunjukkan kerja antipiretik (Foye, 1995). Analgetik adalah obat yang bersifat simtomatik, berarti analgetik hanyamengurangi atau menghilangkan gejala yang berupa rasa sakit, tetapi tidak menghilangkan penyebab yang menimbulkan rasa sakit itu. Obat ini bekerja mengurangi rasa sakit dengan cara menaikkan nilai ambang (treshold) rasa sakit (Munaf, 1994).
            Antalgin adalah salah satu obat penghilang rasa sakit (Analgetik) turunan NSAID, (Non-Steroidal Anti Inflammatory Drugs). Umumnya, obat-obatan analgetik adalah golongan obat antiinflamasi (anti pembengkakan), dan beberapa jenis obat golongan ini memiliki pula sifat antipiretik (penurun panas), sehingga dikategorikan sebagai analgetik-antipiretik. Antalgin merupakan derivat metansulfonat dari Amidopirina yang bekerja terhadap susunan saraf pusat yaitu mengurangi sensitivitas reseptor rasa nyeri dan mempengaruhi pusat pengatur suhu tubuh.
            Umumnya, cara kerja analgetik adalah dengan menghambat sintesa neurotransmitter terentu yang dapat menimbulkan rasa nyeri & demam. Dengan blokade sintesa neurotransmitter tersebut, maka otak tidak lagi mendapatkan sinyal nyeri, sehingga rasa nyerinya berangsur-angsur menghilang.
            Setiap obat harus diatur dosisnya, apapun itu, terutama jika menyangkut usia. Hal ini karena selain luas permukaan tubuh yang berbeda-beda, juga fungsi organ tubuh bisa jadi berbeda. Misalnya, fungsi organ tubuh anak-anak yang dalam usia perkembangan belum sesempurna orang dewasa, dan fungsi organ tubuh manula bisa dikatakan sudah mengalami penurunan fungsi. Oleh karena itu terutama pada kedua golongan usia tersebut, anak-anak dan manula, dosisnya harus lebih diatur. Selain usia, pembagian dosis juga bisa berdasarkan berat badan, karena pada intinya, untuk bisa bekerja, obat harus berada di "site aktif"-nya, yang mungkin saja berada di hampir seluruh bagian tubuh, yang terjadi pada obat-obat berdosis besar (di atas 100mg per satu kali minum).
            Antalgin tidak boleh dikonsumsi oleh orang yang memiliki riwayat alergi terhadap obat-obat golongan NSAID seperti aspirin, parasetamol, dll. Karena pada umumnya obat golongan NSAID memiliki salah satu efek sebagai pengencer darah, maka pasien yang sedang menjalani pengobatan dengan heparin atau obat-obatan pengencer darah lainnya, harus lebih berhati-hati, karena jika terjadi perdarahan, akan dapat mengakibatkan perdarahan yang lebih hebat. Untuk penderita sirosis hati, harus menggunakan dosis minimum jika mengonsumsi antalgin. Dan pasien dengan gagal ginjal tidak direkomendasikan mengonsumsi obat ini.

Efek penggunaan antalgin antara lain:
1. Agranulositosis
Agranulositosis adalah sumsum tulang berhenti membentuk neutrofil, mengakibatkan tubuh tidak dilindungi terhadap bakteri dan agen lain yang akan menyerang jaringan (Guyton, 1992 ). Agranulositosis adalah keadaan yang sangat serius yang ditandai dengan jumlah leukosit yang sangat rendah dan tidak adanya neutrofil ( Price Sylvia A, 1995 ). Agranulositosis adalah keadaan yang potensial fatal dimana hampir tidak terdapat leukosit polimorfonuklear atau jumlah granulosit yang lebih rendah dari 2000/mm³ ( Brunner, 2002 ).
2. Trombositopenia
            Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang ditandai oleh adanya penurunan jumlah trombosit dalam darah perifer. Hal ini bisa disebabkan oleh adanya kegagalan sumsum tulang dalam produksi trombosit yang memadai dan peningkatan destruksi trombosit perifer atau sekuestrasi trombosit dalam limpa.Pada Pasien dengan trombositopenia terdapat adanya perdarahan baik kulit seperti petekia atau perdarahan mukosa di mulut. Hal ini mengakibatkan adanya kehilangan kemampuan tubuh untuk melakukan mekanisme hemostatis secara normal. 


Farmakokinetik Antalgin:
            Pada fase ini, antalgin mengalami proses absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi yang berjalan secara simultan langsung atau tidak langsung melintasi sel membran (Anief, 1991).
1. Absorbsi
Absorpsi, yang merupakan proses penyerapan obat dari tempat pemberian, menyangkut kelengkapan dan kecepatan proses tersebut. Kelengkapan dinyatakan dalam persen dari jumlah obat yang diberikan.
2. Distribusi
Setelah diabsorpsi, obat akan didistribusi ke seluruh tubuh melalui sirkulasi darah. Selain tergantung dari aliran darah, distribusi obat juga ditentukan oleh sifat fisikokimianya. Distribusi obat dibedakan atas 2 fase berdasarkan penyebarannya di dalam tubuh. Distribusi fase pertama terjadi segera setelah penyerapan, yaitu ke organ yang perfusinya sangat baik misalnya jantung, hati, ginjal, dan otak. Selanjutnya, distribusi fase kedua jauh lebih luas yaitu mencakup jaringan yang perfusinya tidak sebaik organ di atas misalnya otot, visera, kulit, dan jaringan lemak. Distribusi ini baru mencapai keseimbangan setelah waktu yang lebih lama. Difusi ke ruang interstisial jaringan terjadi karena celah antarsel endotel kapiler mampu melewatkan semua molekul obat bebas, kecuali di otak.
3. Metabolisme
Metabolisme obat ialah proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi dalam tubuh dan dikatalis oleh enzim. Pada proses ini molekul obat diubah menjadi lebih polar, artinya lebih mudah larut dalam air dan kurang larut dalam lemak sehingga lebih mudah diekskresi melalui ginjal. Selain itu, pada umumnya obat menjadi inaktif, sehingga biotransformasi sangat berperan dalam mengakhiri kerja obat.
Enzim yang berperan dalam biotransformasi obat dapat dibedakan berdasarkan letaknya dalam sel, yakni enzim mikrosom yang terdapat dalam retikulum endoplasma halus (yang pada isolasi in vitro membentuk mikrosom), dan enzim non-mikrosom. Kedua macam enzim metabolisme ini terutama terdapat dalam sel hati, tetapi juga terdapat di sel jaringan lain misalnya ginjal, paru, epitel, saluran cerna, dan plasma.
4. Ekskresi
Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Obat atau metabolit polar diekskresi lebih cepat daripada obat larut lemak, kecuali pada ekskresi melalui paru. Ginjal merupakan organ ekskresi yang terpenting. Ekskresi disini merupakan resultante dari 3 proses, yakni filtrasi di glomerulus, sekresi aktif di tubuli proksimal, dan rearbsorpsi pasif di tubuli proksimal dan distal. Ekskresi obat juga terjadi melalui keringat, liur, air mata, air susu, dan rambut, tetapi dalam jumlah yang relatif kecil sekali sehingga tidak berarti dalam pengakhiran efek obat.

Farmakodinamik Antalgin:
            Sesuai analgetika, obat ini hanya efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah sampai sedang, misalnya sakit kepala, juga efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan radang atau inflamasi. Analgetika bekerja secara sentral menahan nyeri. Analgesia yaitu suatu keadaan dimana setelah pemberian analgetik, bercirikan perubahan prilaku pada respon terhadap nyeri dan kemampuan yang berkurang untuk menerima impuls nyeri tanpa kehilangan kesadaran (ganiswara,1981).
    

0 comments:

Post a Comment