Resusitasi kardiopulmoner
(RKP) ialah mengembalikan fungsi pernapasan dan atau sirkulasi dan
penanganan akibat berhentinya pernapasan dan atau berhentinya jantung pada
orang, dikarenakan fungsi-fungsi tersebut mengalami kegagalan total oleh
sesuatu sebab yang datangnya tiba-tiba. Penyebab umum pada semua
kasus kematian mendadak adalah anoksia. Kasus-kasus tersebut meliputi kematian
karena tenggelam, kesetrum (terkena aliran listrik), stroke, inhalasi gas dan
asap, intoksikasi bahan kimia
atau obat, cedera yang mengenai kepala dan leher atau dada, infark miokard, konvulsi atau pingsan sebab
apapun.
Keberhasilan resusitasi dimungkinkan karena ada waktu tertentu diantara
mati klinis atau mati biologis. Kematian klinis terjadi kalau tidak ada denyut nadi perifer, denyut
jantung, sirkulasi yang efektif, pupil melebar dan tidak bereaksi terhadap
rangsangan cahaya, dan tidak ada ventilasi. Jika keadaan ini tidak cepat
ditolong, maka akan terjadi mati biologis yang irreversible. Sedangkan kematian
biologis merupakan kelanjutan dari kematian klinis sampai titik
terjadinya kerusakan seluler anoksis yang
irreversible. Kematian
biologis berbeda-beda antara organ yang satu dengan organ yang lain (3-5 menit
untuk otak, dan sampai beberapa jam untuk otot). Setelah 3 menit mati klinis
(jadi tanpa oksigenasi), resusitasi dapat menyembuhkan 75% kasus mati klinis
tanpa ada gejala sisa, sedangkan 4 menit mati klinis persentase menjadi sembuh
masih 50% dan setelah 5 menit mati klinis peluang hidup hanya tinggal 25% saja.
Teknik
Pada orang dewasa :
a. Tahap Pra Survey Primer
Memastikan kesadaran pasien dengan cara memanggil atau menggoyang goyangkan tubuhnya, meminta tolong segera memberlakukan Sistem Darurat Medik. Setelah itu memperbaiki posisi tidur pasien dan penolong sebelah kanan pasien sejajar dengan dada pasien.
b. Tahap Survey Primer
Tahap ini memberlakukan RJP, memfokuskan pada bantuan napas dan bantuan sirkualasi serta defibrilasi. Untuk memudahkan mengingatnya digunakan abjad A, B, C, D, dimana :
A "Airway"
B "Breathing"
C "Circulastion"
D "Defibrilaion"
A "Airway"
Pemeriksaan jalan napas dilakukan dengan tujuan untuk memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan napas kerena benda asing. Jika didapat ada sumbatan segera bersihkan dengan menggunakan penghisap atau dengan menggunakan jari. Dengan tehnik cross finger.
Membuka jalan napas dengan tehnik head tild chinn lift atau dengan manuver dorongan mandibula.
Pada orang dewasa :
a. Tahap Pra Survey Primer
Memastikan kesadaran pasien dengan cara memanggil atau menggoyang goyangkan tubuhnya, meminta tolong segera memberlakukan Sistem Darurat Medik. Setelah itu memperbaiki posisi tidur pasien dan penolong sebelah kanan pasien sejajar dengan dada pasien.
b. Tahap Survey Primer
Tahap ini memberlakukan RJP, memfokuskan pada bantuan napas dan bantuan sirkualasi serta defibrilasi. Untuk memudahkan mengingatnya digunakan abjad A, B, C, D, dimana :
A "Airway"
B "Breathing"
C "Circulastion"
D "Defibrilaion"
A "Airway"
Pemeriksaan jalan napas dilakukan dengan tujuan untuk memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan napas kerena benda asing. Jika didapat ada sumbatan segera bersihkan dengan menggunakan penghisap atau dengan menggunakan jari. Dengan tehnik cross finger.
Membuka jalan napas dengan tehnik head tild chinn lift atau dengan manuver dorongan mandibula.
B "Breathing"
Terdiri dari 2 (Dua) tahap :
Memastikan pasien tidak bernapas dengan cara melihat naik turunnya dada, mendengar bunyi napas dan merasakan hembusan napas, untuk itu saat melukan pemriksaan ini perawat harus mendekatkan kepala dan telinga diatas mulut dan hidung korban, serangkaian tindakan ini tidak boleh lebih dari dari 5 detik.
Memberikan napas buatan sebanyak 2 (Dua) kali
dilakukan dengan melalui mulut atau hidung, sebaiknya menggunakan bagg
resusitasi (Amubagg) yang sudah ada diruangan, karena menggunakan mulut tanpa
penghubung saat ini sudah tidak diajukin. Napas bantuan diberikan sebanyak 2
(Dua) kali hembusan.
C "Circulation"
Terbagi dalam 2 (Dua) tahap, yaitu :
1.
Memastikan tidak adanya denyut nadi pasien dengan cara meraba arteri
karotis dengan 2 jari raba selama 5-10 detik.
2.
Memberikan bantuan sirkulasi, setelah dipastikan tidak adanya denyut nadi
pasien lakukan kompresi jantung luar.
Dengan menelusuri tulang iga kanan
atau kiri sehingga bertemu dengan sternum, dengan menggunakan jari tengah atau
telunjuk (Xipoid).
Dari pertemuan tulang ini diukur
keatas sebanyak 2-3 jari. Daerah ini merupakan daerah untuk meletakkan tangan
penolong saat melakukan kompresi.
Letakkan kedua tangan pada posisi tadi tadi dengan cara menumpuk satu sama lain, hindari jari-jari menyentuh dinding dada pasien.
Letakkan kedua tangan pada posisi tadi tadi dengan cara menumpuk satu sama lain, hindari jari-jari menyentuh dinding dada pasien.
Dengan posisi badan tegak lurus,
penolong menekan dinding dada dengan tenaga dari berat badan penolong sebanyak
15 kali dengan perkiraan kedalaman 3,8-5 cm.
Tekanan pada dada harus dilepaskan keseluruhannya dan dada dibiarkan mengembang kembali pada posisi semula setiap kali melakukan kompresi dada. Selang waktu yang digunakan untuk kompresi dan melepaskan kompresi harus sama.
Tangan tidak boleh lepas dari permukaan dada dan atau merubah posisi tangan saat melepaskan kompresi.
Tekanan pada dada harus dilepaskan keseluruhannya dan dada dibiarkan mengembang kembali pada posisi semula setiap kali melakukan kompresi dada. Selang waktu yang digunakan untuk kompresi dan melepaskan kompresi harus sama.
Tangan tidak boleh lepas dari permukaan dada dan atau merubah posisi tangan saat melepaskan kompresi.
Rasio bantuan sirkulasi dan
pemberian napas adalah 15:2 dilakukan baik oleh 1 atau 2 orang penolong jika
pasien tidak terintubasi denagn kecepatan kompresi 100 kali permenit selama 1
siklus, kemudian dinilai ulanguntuk menentukan perlu atau tidak dilakukan
siklus berikutnya.
D "Defibrilation"
Dalam bahasa Indonesia diistilahkan
defibrilasi atau terapi dengan menggunakan listrik. Hal ini dilakukan jika
penyebab henti jantung adalah kelainan irama jantung yang disebut Fibrilasi
Ventrikel. Dewasa ini sudah sikenal ada Automatic External Defibrillator. Yang
dapat mendeteksi apakah pasien harus defibrilasi atau tidak.
c. Tahap Survey Sekunder
c. Tahap Survey Sekunder
Tahap ini berfokus pada Pengkajian
dan penanganan penyebab, berkaitan dengan algoritme-algoritme yang ada dalam
ACLS, tahapan dan tindakan yang dilakukan adalah :
A "Airway"
Pasang alat untuk membebaskan jalan napas segera.
B "Breathing"
Pastikan alat jalan napas terpasang dengan baik, fiksasi agar tidak lepas. Berikan ventilasi dengan adekuat dengan menggunakan resusitator bag atau hubungan dengan ventilator.
C "Circulation"
Pasang Infus
Kaji irama jantung, pasang monitor
Beriakan obat sesuai dengan kondisi yang ada
D "Differensial Diagnosa"
Mencari penyebab dan obati sesuai dengan penyebab
A "Airway"
Pasang alat untuk membebaskan jalan napas segera.
B "Breathing"
Pastikan alat jalan napas terpasang dengan baik, fiksasi agar tidak lepas. Berikan ventilasi dengan adekuat dengan menggunakan resusitator bag atau hubungan dengan ventilator.
C "Circulation"
Pasang Infus
Kaji irama jantung, pasang monitor
Beriakan obat sesuai dengan kondisi yang ada
D "Differensial Diagnosa"
Mencari penyebab dan obati sesuai dengan penyebab
Tahap Resusitasi Kardiopulmoner
Resusitasi Kardiopulmoner (RKP) terbagi
atas 3 tahap yaitu,
Tahap I.
Bantuan Dasar
Tahap II.
Bantuan Lanjut
Tahap III. Bantuan
Jangka Panjang
Tahap I sebagai bantuan dasar dalam penyelamatan korban merupakan
seperangkat prosedur pertolongan pertama bagi keadaan darurat/gawat. Prosedur
ini terdiri atas tindakan mengenali keadaan berhentinya respirasi dan kerja
jantung, dan segera
melaksanakan RKP sampai penderita cukup pulih untuk dapat dikirim/dipindahkan,
atau sampai tersedia pertolongan lebih lanjut untuk menyelamatkan jiwa
penderita. Tindakan ini mencakup langkah-langkah A.B.C. pada resusitasi
kardiopulmoner.
Keuntungan RKP
adalah tindakan ini dapat segera dilaksanakan, dimana saja, oleh penolong yang
sudah cukup terampil tanpa memerlukan perlengkapan khusus. Keterlambatan
memulai tindakan tersebut menimbulkan kerusakan otak hipoksia yang irreversibel.
Berikut ini merupakan indikasi bagi pelaksanaan bantuan dasar yaitu berhentinya
respirasi (respiratory arrest) dan
henti jantung (cardiac arrest). Pada
orang-orang yang pingsan atau colaps segera
dapat ditentukan cukup tidaknya sirkulasi dan ventilasi yang efektif, jika
hanya ventilasi yang tidak ada atau tidak efektif maka tindakan yang diperlukan
adalah menjaga agar saluran pernapasan tetap lapang/tidak tersumbat dan diberi
pernapasan buatan. Jika ditemukan tidak ada sirkulasi yang efektif maka
sirkulasi buatan harus dimulai bersama dengan pernapasan buatan.
Tahap I Bantuan
Dasar terdiri atas:
1. Melapangkan
saluran pernapasan/pembebasan jalan napas
2. Memulihkan
pernapasan,
3.
Sirkulasi buatan.
Bantuan Hidup Dasar :
A = Air Way
B = Breathe
C = Circulate
1. Persiapan :
A = Air Way
B = Breathe
C = Circulate
1. Persiapan :
- korban sedapat mungkin diletakkan terlentang pada bidang datar yang keras. Misalnya : tanah, lantai, jalan aspal, dll. dengan posisi tengadah.
- Resusitasi hanya diberikan pada pasien yang " mati suri ", tidak pada korban yang meninggal.
Tanda - tanda mati suri :
●Tidak sadar, wajah tampak pucat kebiruan.
●Tidak bernapas.
●Tidak teraba denyut nadi di leher.
●Bola mata diam dan melebar.
●Tidak sadar, wajah tampak pucat kebiruan.
●Tidak bernapas.
●Tidak teraba denyut nadi di leher.
●Bola mata diam dan melebar.
Tanda - tanda lebam mayat :
●Sama dengan mati suri, disertai adanya lebam mayat dan kaku mayat.
●Lebam mayat: Berupa warna merah kehitaman pada bagian tubuh yang letaknyasearah dengan bumi, timbul ± 2 jam setelah korban meninggal.
●Sama dengan mati suri, disertai adanya lebam mayat dan kaku mayat.
●Lebam mayat: Berupa warna merah kehitaman pada bagian tubuh yang letaknyasearah dengan bumi, timbul ± 2 jam setelah korban meninggal.
Urut - urutan untuk membuat diagnosa :
●Pipi korban ditepuk - tepuk dan bahu digoncangkan bila tidak sadar periksa napas dan nadi.
●Teliti apa ada gerakan napas, hembusan / suara napas di mulut / hidung korban.
●Pada dugaan fraktur cervical, jangan membebaskan jalan napas dengan cara mendongakkan kepala , tetapi dengan menarik dagu ke atas. Raba denyut nadi di leher, bila tidak nampak gerakan pernapasan dan tidak teraba denyut nadi leher segera mulai tahap A - B dari Bantuan Hidap Dasar.
2. Pedoman pelaksanaan :
a. Membebaskan jalan napas
1. Mengeluarkan benda asing dari rongga mulut
2. Memindahkan pangkal lidah yang menyumbat jalan napas.
●Pipi korban ditepuk - tepuk dan bahu digoncangkan bila tidak sadar periksa napas dan nadi.
●Teliti apa ada gerakan napas, hembusan / suara napas di mulut / hidung korban.
●Pada dugaan fraktur cervical, jangan membebaskan jalan napas dengan cara mendongakkan kepala , tetapi dengan menarik dagu ke atas. Raba denyut nadi di leher, bila tidak nampak gerakan pernapasan dan tidak teraba denyut nadi leher segera mulai tahap A - B dari Bantuan Hidap Dasar.
2. Pedoman pelaksanaan :
a. Membebaskan jalan napas
1. Mengeluarkan benda asing dari rongga mulut
2. Memindahkan pangkal lidah yang menyumbat jalan napas.
b. Memberi napas bantuan
Memberi napas bantuan dapat dilakukan dengan cara :
- Dari mulut ke mulut
1. Penolong menarik napas dalam, mengisi rongga paru dengan udara sebanyak - banyaknya.
2. Mulut penolong diletakkan di atas mulut korban dengan rapat kemudian penolong menghembuskan udara pernapasan ke mulut korban.
3. Setelah itu, udara dibiarkan keluar dengan sendirinya dari paru - paru korban, sementara penolong kembali mengisi rongga parunya dengan udara untuk memulai siklus semula
- Dari mulut ke hidung
Memberi napas bantuan dapat dilakukan dengan cara :
- Dari mulut ke mulut
1. Penolong menarik napas dalam, mengisi rongga paru dengan udara sebanyak - banyaknya.
2. Mulut penolong diletakkan di atas mulut korban dengan rapat kemudian penolong menghembuskan udara pernapasan ke mulut korban.
3. Setelah itu, udara dibiarkan keluar dengan sendirinya dari paru - paru korban, sementara penolong kembali mengisi rongga parunya dengan udara untuk memulai siklus semula
- Dari mulut ke hidung
c. Sirkulasi
Pijat Jantung Luar (PJL) :
1. Tandai 2 jari di atas processus Xyphoideus
2. Letakkan dua telapak tangan bertumpu di atas titik tersebut, dengan jari terangkat ke atas.
3. Kedua lengan tetap lurus, jatuhkan berat badan ke dada korban, diharapkan tekanan ini menyebabkan turunnya tulang dada 4 - 5 Cm.
4. Pertahankan tekanan selama ± 0,5 detik, kemudian dengan cepat dilepaskan, ( saat melepas, kedua telapak tangan jangan diangkat dari posisi semula )
5. Setelah waktu istirahat ± 0,5 detik, ulangi lagi siklus semula.
Resusitasi tahap dasar dengan satu ( 1 ) orang penolong :
1. Penolong berlutut di samping kiri korban
2. Pada awalnya beri 4 x napas bantuan secara cepat diikuti 15 x pijat jantung luar.
Selanjutnya secara bergantian diberi 2 x napas bantuan diikuti 15 x pijat jantung luar ( PJL ). Diharapkan kecepatan PJL mencapai 60 x dalam semenitnya.
Penting untuk memiliki ketrampilan ini, karena sangat jarang pada saat - saat pertama didapatkan 2 orang penolong di tempat kejadian
Resusitasi tahap dasar dengan dua ( 2 ) orang penolong :
1. Pada awal resusitasi diberi 4 x napas bantuan ( penolong I ) diikuti 5 x PJL ( penolong II )
2. Selanjutnya berikan 2 x ventilasi diikuti 5 x PJL.
Ventilasi yang
terganggu dapat disebabkan oleh obstruksi mekanis pada saluran pernapasan,
misalnya oleh lidah, benda asing (muntahan, makanan, darah, dan lain-lain),
atau karena kegagalan respirasi. Saluran pernapasan yang tersumbat sebagian
dapat diketahui dengan adanya hal-hal sebagai berikut.
1. Pernapasan yang
berat dan berisik (stridor).
2. Penggunaan
otot-otot asesoris pernapasan (muskulus sternomastoideus).
3. Rektraksi jaringan
lunak pada daerah intercostal, clavicular dan suprasternal.
4. Pernapasan paradoksikal (see saw breathing). Normal,
pada saluran pernapasan yang tidak tersumbat maka dada dan abdomen turun-naik
secara bersamaan. Jika saluran pernapasan tersumbat, sebagian atau total dan cardiac
arrest belum terjadi maka dada akan terisap ke dalam sementara abdomen
naik.
5. Cyanosis. Pada keadaan ini kadar haemoglobin pada darah
yang beredar menurun <5 gm%, keadaan ini merupakan tanda lanjut dari hipoksia,
terutama kalau penderitanya anemia.
Kegagalan ventilasi
ditandai dengan gerakan dada atau abdomen yang minimal atau tidak ada, dan
tidak dapat dirasakan adanya aliran udara lewat mulut atau hidung penderita.
Keberhasilan dalam
pemberian RKP adalah sebagai berikut.
1.
Denyut nadi
Denyut nadi karotis harus diperiksa secara periodik selama melaksanakan
RKP untuk mengukur keberhasilan pemijatan dada. Denyut nadi selalu harus
diperiksa setiap kali kedua penolong berganti tugas.
2.
Pupil
Reaksi pupil merupakan ukuran paling baik untuk menentukan keberhasilan
RKP Pupil yang mengecil pada penyinaran dan yang tetap kecil menunjukkan bahwa
sirkulasi serebral mungkin sudah memadai. Pupil yang melebar dan tidak bereaksi
terhadap cahaya menunjukkan adanya kerusakan yang serius pada otot karena
hipoksia.
3.
Warna
Sirkulasi perifer dapat dinilai dengan memijit daun telinga secara
periodik dan memperhatikan waktu pengisian kapiler.
4.
Kesadaran
Korban mungkin
memperlihatkan pernapasan atau gerakan lainnya, tanda-tanda ini menunjukkan
keberhasilan RKP namun tidak berarti tindakan RKP ini sudah dapat dihentikan.
Tindakan paling
penting untuk keberhasilan resusitasi adalah segera melapangkan saluran
pernapasan, yaitu dengan cara: (1) triple airway manuever, dan (2) mauever
Heimlich.
Triple Airway
Manuever
Ada tiga perlakuan pada cara ini
sehingga disebut Triple Airway Manuever, yaitu sebagai berikut.
a. Kepala korban ditengadahkan dengan satu tangan berada di bawah
leher, sedangkan tangan yang lain pada dahi. Leher diangkat dengan satu tangan
dan kepala ditengadahkan kebelakang oleh tangan yang lain.
b. Menarik rahang bawah ke depan, atau keduanya, akan mencegah obstruksi
hipofarings oleh dasar lidah. Kedua gerakan ini meregangkan jaringan antara
larings dan rahang bawah.
c. Menarik/mengangkat dasar lidah dari dinding pharynx
posterior.
Bila cara Tripple Airway
Manuever dan inflasi bertekanan positif tidak berhasil dan diduga ada benda
asing pada jalan nafas bagian atas, maka mulut harus dibuka dengan paksa dan
dibersihkan.
Pembukaan mulut dapat dilakukan
dengan cara-cara sebagai berikut,
a. Cara jari silang.
Terutama pada dagu yang agak rileks, penolong berada pada sebelah atas kepala
atau disamping kepala korban. Jari telunjuk dimasukkan pada sudut mulut korban,
tekanan jari telunjuk ke arah gigi geligi rahang bawah, kemudian dengan ibu
jari yang menyilang telunjuk, geligi rahang atas ditekan sehingga sudut
terbuka.
b. Cara di
belakang gigi. Untuk dagu yang kaku: Masukkan jari telunjuk penolong di
antara pipi dan gigi korban, dan letakkanlah ujung jari telunjuk ini di
belakang gigi molar terakhir.
c. Mengangkat
lidah dan rahang. Untuk dagu yang sangat rileks. Masukkan ibu jari ke
dalam mulut dan kerongkongan, dan dengan ibu jari mengangkat pangkal lidah.
d. Satu atau dua
jari (kalau bisa ditutupi kain) menyapu daerah mulut dan farings. Benda
asing dibersihkan dengan jari telunjuk dan jari tengah yang berfungsi sebagai
penjepit.
e. Benda cair dapat
dikeluarkan dengan cara memiringkan kepala ke samping.
Pada korban
kecelakaan, memutar atau menekuk kepala harus dihindar-kan, karena dapat
memperberat kerusakan pada sumsum tulang belakang, kalau perlu seluruh tubuh
ikut dimiringkan, dengan seorang pembantu penolong berusaha menahan kepala,
leher dan dada agar tetap dalam satu bidang.
Manuever Heimlich
Manuever Heimlich ini merupakan metoda yang paling
efektif untuk meng-atasi obstruksi saluran pernapasan atas akibat makanan atau
benda asing yang terperangkap dalam pharynx posterior atau glotis.
Korban tidak dapat berbicara atau bernapas, menjadi panik dan sering berlari dari
kamar. Korban menjadi pucat yang diikuti dengan bertambahnya cyanosis, anoxia
dan kematian. Pada kondisi tersebut di atas, manuever ini dapat
dilaksanakan dengan posisi penolong berdiri atau berbaring. Adapun
pelaksanaannya sebagai berikut.
Penolong
Berdiri: Penolong
berdiri di belakang korban dan memeluk pinggang korban dengan kedua belah
tangan, kepalan salah satu tangan digenggam oleh tangan yang lain. Sisi ibu
jari kepalan penolong menghadap abdomen korban diantara umbilicus dan thoraks.
Kepalan tersebut ditekankan dengan sentakan ke atas yang cepat pada abdomen
korban. Penekanan tersebut tidak boleh “memantul”, dan pada waktu di puncak
tekanan perlu diberi waktu untuk menahan 0,5 - 1 detik dan setelah itu tekanan
dilepas, perbuatan ini harus diulang beberapa kali. Naiknya diafragma secara
mendadak menekan paru-paru yang dibatasi oleh dinding rongga dada,
meningkatkan tekanan intrathoracal dan memaksa udara serta benda asing
keluar dari dalam saluran pernapasan.
Penolong
berlutut: Korban
berbaring telentang dan penolong berlutut melangkahi panggul korban. Penolong
menumpukkan kedua belah tangannya dan meletakkan pangkal salah satu telapak
tangan pada abdomen korban dalam posisi yang diperlihatkan pada gambar
3, kemudian melaksanakan prosedur yang sama seperti pada posisi berdiri.
0 comments:
Post a Comment