Sunday, 16 October 2011

Resusitasi Kardiopulmoner (RKP)

Resusitasi kardiopulmoner (RKP) ialah mengembalikan fungsi pernapasan dan atau sirkulasi dan penanganan akibat berhentinya pernapasan  dan atau berhentinya jantung pada orang, dikarenakan fungsi-fungsi tersebut mengalami kegagalan total oleh sesuatu sebab yang datangnya tiba-tiba. Penyebab umum pada semua kasus kematian mendadak adalah anoksia. Kasus-kasus tersebut meliputi kematian karena tenggelam, kesetrum (terkena aliran listrik), stroke, inhalasi gas dan asap, intoksikasi bahan kimia atau obat, cedera yang mengenai kepala dan leher atau dada, infark miokard, konvulsi atau pingsan sebab apapun.
Keberhasilan resusitasi dimungkinkan karena ada waktu tertentu diantara mati klinis atau mati biologis. Kematian klinis terjadi kalau tidak ada denyut nadi perifer, denyut jantung, sirkulasi yang efektif, pupil melebar dan tidak bereaksi terhadap rangsangan cahaya, dan tidak ada ven­tilasi. Jika keadaan ini tidak cepat ditolong, maka akan terjadi mati biologis yang irreversible. Sedangkan kematian biologis merupakan kelanjutan dari kematian klinis sampai titik terjadinya kerusakan seluler anoksis yang ir­reversible. Kematian biologis berbeda-beda antara organ yang satu dengan organ yang lain (3-5 menit untuk otak, dan sampai beberapa jam untuk otot). Setelah 3 menit mati klinis (jadi tanpa oksigenasi), resusitasi dapat menyembuhkan 75% kasus mati klinis tanpa ada gejala sisa, sedangkan 4 menit mati klinis persentase menjadi sembuh masih 50% dan setelah 5 menit mati klinis peluang hidup hanya tinggal 25% saja.

Teknik
Pada orang dewasa :
a. Tahap Pra Survey Primer
Memastikan kesadaran pasien dengan cara memanggil atau menggoyang goyangkan tubuhnya, meminta tolong segera memberlakukan Sistem Darurat Medik. Setelah itu memperbaiki posisi tidur pasien dan penolong sebelah kanan pasien sejajar dengan dada pasien.
b. Tahap Survey Primer
Tahap ini memberlakukan RJP, memfokuskan pada bantuan napas dan bantuan sirkualasi serta defibrilasi. Untuk memudahkan mengingatnya digunakan abjad A, B, C, D, dimana :
A "Airway"
B "Breathing"
C "Circulastion"
D "Defibrilaion"

A "Airway"
Pemeriksaan jalan napas dilakukan dengan tujuan untuk memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan napas kerena benda asing. Jika didapat ada sumbatan segera bersihkan dengan menggunakan penghisap atau dengan menggunakan jari. Dengan tehnik cross finger.
Membuka jalan napas dengan tehnik head tild chinn lift atau dengan manuver dorongan mandibula.

B "Breathing"
Terdiri dari 2 (Dua) tahap :
Memastikan pasien tidak bernapas dengan cara melihat naik turunnya dada, mendengar bunyi napas dan merasakan hembusan napas, untuk itu saat melukan pemriksaan ini perawat harus mendekatkan kepala dan telinga diatas mulut dan hidung korban, serangkaian tindakan ini tidak boleh lebih dari dari 5 detik.
Memberikan napas buatan sebanyak 2 (Dua) kali dilakukan dengan melalui mulut atau hidung, sebaiknya menggunakan bagg resusitasi (Amubagg) yang sudah ada diruangan, karena menggunakan mulut tanpa penghubung saat ini sudah tidak diajukin. Napas bantuan diberikan sebanyak 2 (Dua) kali hembusan.

C "Circulation"
Terbagi dalam 2 (Dua) tahap, yaitu :
1.      Memastikan tidak adanya denyut nadi pasien dengan cara meraba arteri karotis dengan 2 jari raba selama 5-10 detik.
2.      Memberikan bantuan sirkulasi, setelah dipastikan tidak adanya denyut nadi pasien lakukan kompresi jantung luar.
Dengan menelusuri tulang iga kanan atau kiri sehingga bertemu dengan sternum, dengan menggunakan jari tengah atau telunjuk (Xipoid).
Dari pertemuan tulang ini diukur keatas sebanyak 2-3 jari. Daerah ini merupakan daerah untuk meletakkan tangan penolong saat melakukan kompresi.
Letakkan kedua tangan pada posisi tadi tadi dengan cara menumpuk satu sama lain, hindari jari-jari menyentuh dinding dada pasien.
Dengan posisi badan tegak lurus, penolong menekan dinding dada dengan tenaga dari berat badan penolong sebanyak 15 kali dengan perkiraan kedalaman 3,8-5 cm.
Tekanan pada dada harus dilepaskan keseluruhannya dan dada dibiarkan mengembang kembali pada posisi semula setiap kali melakukan kompresi dada. Selang waktu yang digunakan untuk kompresi dan melepaskan kompresi harus sama.
Tangan tidak boleh lepas dari permukaan dada dan atau merubah posisi tangan saat melepaskan kompresi.
Rasio bantuan sirkulasi dan pemberian napas adalah 15:2 dilakukan baik oleh 1 atau 2 orang penolong jika pasien tidak terintubasi denagn kecepatan kompresi 100 kali permenit selama 1 siklus, kemudian dinilai ulanguntuk menentukan perlu atau tidak dilakukan siklus berikutnya.

D "Defibrilation"
Dalam bahasa Indonesia diistilahkan defibrilasi atau terapi dengan menggunakan listrik. Hal ini dilakukan jika penyebab henti jantung adalah kelainan irama jantung yang disebut Fibrilasi Ventrikel. Dewasa ini sudah sikenal ada Automatic External Defibrillator. Yang dapat mendeteksi apakah pasien harus defibrilasi atau tidak.

c. Tahap Survey Sekunder
Tahap ini berfokus pada Pengkajian dan penanganan penyebab, berkaitan dengan algoritme-algoritme yang ada dalam ACLS, tahapan dan tindakan yang dilakukan adalah :
A "Airway"
Pasang alat untuk membebaskan jalan napas segera.
B "Breathing"
Pastikan alat jalan napas terpasang dengan baik, fiksasi agar tidak lepas. Berikan ventilasi dengan adekuat dengan menggunakan resusitator bag atau hubungan dengan ventilator.
C "Circulation"
Pasang Infus
Kaji irama jantung, pasang monitor
Beriakan obat sesuai dengan kondisi yang ada
D "Differensial Diagnosa"
Mencari penyebab dan obati sesuai dengan penyebab

Tahap Resusitasi Kardiopulmoner
Resusitasi Kardiopulmoner (RKP) terbagi atas 3 tahap yaitu,
Tahap I. Bantuan Dasar
Tahap II. Bantuan Lanjut
Tahap III. Bantuan Jangka Panjang
Tahap I sebagai bantuan dasar dalam penyelamatan korban merupakan seperangkat prosedur pertolongan pertama bagi keadaan darurat/gawat. Prosedur ini terdiri atas tindakan mengenali keadaan berhentinya respirasi dan kerja jantung, dan segera melaksanakan RKP sampai penderita cukup pulih untuk dapat dikirim/dipindahkan, atau sampai tersedia pertolongan lebih lanjut untuk menyelamatkan jiwa penderita. Tindakan ini mencakup langkah-langkah A.B.C. pada resusitasi kardiopulmoner.
Keuntungan RKP adalah tindakan ini dapat segera dilaksanakan, dimana saja, oleh penolong yang sudah cukup terampil tanpa memerlukan perleng­kapan khusus. Keterlambatan memulai tindakan tersebut menimbulkan kerusakan otak hipoksia yang irreversibel. Berikut ini merupakan indikasi bagi pelaksanaan bantuan dasar yaitu berhentinya respirasi (respiratory arrest) dan henti jantung (cardiac arrest). Pada orang-orang yang pingsan atau colaps segera dapat ditentukan cukup tidaknya sirkulasi dan ventilasi yang efektif, jika hanya ventilasi yang tidak ada atau tidak efektif maka tindakan yang diperlukan adalah menjaga agar saluran pernapasan tetap lapang/tidak tersumbat dan diberi pernapasan buatan. Jika ditemukan tidak ada sirkulasi yang efektif maka sirkulasi buatan harus dimulai bersama dengan pernapasan buatan.
Tahap I Bantuan Dasar terdiri atas:
1.      Melapangkan saluran per­napasan/pembebasan jalan napas
2.      Memulihkan pernapasan,
3.      Sirkulasi buatan.
Bantuan Hidup Dasar  :
 A = Air Way
 B = Breathe
 C = Circulate
1. Persiapan :
  1. korban sedapat mungkin diletakkan terlentang pada bidang datar yang keras. Misalnya : tanah, lantai, jalan aspal, dll. dengan posisi tengadah.
  2. Resusitasi hanya diberikan pada pasien yang " mati suri ", tidak pada korban yang meninggal.
Tanda - tanda mati suri :
●Tidak sadar, wajah tampak pucat kebiruan.
●Tidak bernapas.
●Tidak teraba denyut nadi di leher.
●Bola mata diam dan melebar.
Tanda - tanda lebam mayat :
●Sama dengan mati suri, disertai adanya lebam mayat dan kaku mayat.
●Lebam mayat: Berupa warna merah kehitaman pada bagian tubuh yang letaknyasearah dengan bumi, timbul ± 2 jam setelah korban meninggal.
Urut - urutan untuk membuat diagnosa :
●Pipi korban ditepuk - tepuk dan bahu digoncangkan  bila tidak sadar periksa napas dan nadi.
●Teliti apa ada gerakan napas, hembusan / suara napas di mulut /  hidung korban.
●Pada dugaan fraktur cervical, jangan membebaskan jalan napas dengan cara mendongakkan kepala , tetapi dengan menarik dagu ke atas.
Raba denyut nadi di leher, bila tidak nampak gerakan pernapasan dan tidak teraba denyut nadi leher segera mulai tahap A - B dari Bantuan Hidap Dasar.

2. Pedoman pelaksanaan :
a.  Membebaskan jalan napas
1. Mengeluarkan benda asing dari rongga mulut
2. Memindahkan pangkal lidah yang menyumbat jalan napas.
b.  Memberi napas bantuan
Memberi napas bantuan
dapat dilakukan dengan cara :
- D
ari mulut ke mulut
1. Penolong menarik napas dalam, mengisi rongga paru dengan udara  sebanyak - banyaknya.
2. Mulut penolong diletakkan di atas mulut korban dengan rapat kemudian penolong menghembuskan udara pernapasan ke mulut korban.
3. Setelah itu, udara dibiarkan keluar dengan sendirinya dari  paru - paru korban, sementara penolong kembali mengisi rongga parunya dengan udara untuk memulai siklus semula
- Dari mulut ke hidung

c. Sirkulasi

Pijat Jantung Luar (PJL) :
1. Tandai 2 jari di atas processus Xyphoideus
2. Letakkan dua telapak tangan bertumpu di atas titik tersebut, dengan jari terangkat ke atas.
3. Kedua lengan tetap lurus, jatuhkan berat badan ke dada korban, diharapkan tekanan ini menyebabkan turunnya tulang dada 4 - 5 Cm.
4. Pertahankan tekanan selama ± 0,5 detik, kemudian dengan cepat dilepaskan, ( saat melepas, kedua telapak tangan jangan diangkat dari posisi semula )
5. Setelah waktu istirahat ± 0,5 detik, ulangi lagi siklus semula.

Resusitasi tahap dasar dengan satu ( 1 ) orang penolong :
1. Penolong berlutut di samping kiri korban
2. Pada awalnya beri 4 x napas bantuan secara cepat diikuti 15 x pijat jantung luar.
Selanjutnya secara bergantian diberi 2 x napas bantuan diikuti 15 x pijat jantung luar ( PJL ). Diharapkan kecepatan PJL mencapai 60 x dalam semenitnya.

Penting untuk memiliki ketrampilan ini, karena sangat jarang pada saat - saat pertama didapatkan 2 orang penolong di tempat kejadian

Resusitasi tahap dasar dengan dua ( 2 ) orang penolong :
1. Pada awal resusitasi diberi 4 x napas bantuan ( penolong I ) diikuti 5 x PJL                 ( penolong II )
2. Selanjutnya  berikan 2 x ventilasi diikuti 5 x PJL.
Ventilasi yang terganggu dapat disebabkan oleh obstruksi mekanis pada saluran pernapasan, misalnya oleh lidah, benda asing (muntahan, makanan, darah, dan lain-lain), atau karena kegagalan respirasi. Saluran pernapasan yang tersumbat sebagian dapat diketahui dengan adanya hal-hal sebagai berikut.
1. Pernapasan yang berat dan berisik (stridor).
2. Penggunaan otot-otot asesoris pernapasan (muskulus sternomastoi­deus).
3. Rektraksi jaringan lunak pada daerah intercostal, clavicular dan supra­sternal.
4. Pernapasan paradoksikal (see saw breathing). Normal, pada saluran pernapasan yang tidak tersumbat maka dada dan abdomen turun-naik secara bersamaan. Jika saluran pernapasan tersumbat, sebagian atau total dan cardiac arrest belum terjadi maka dada akan terisap ke dalam sementara abdomen naik.
5. Cyanosis. Pada keadaan ini kadar haemoglobin pada darah yang beredar menurun <5 gm%, keadaan ini merupakan tanda lanjut dari hipoksia, terutama kalau penderitanya anemia.
Kegagalan ventilasi ditandai dengan gerakan dada atau abdomen yang minimal atau tidak ada, dan tidak dapat dirasakan adanya aliran udara lewat mulut atau hidung penderita.
Keberhasilan dalam pemberian RKP adalah sebagai berikut.
1.    Denyut nadi
Denyut nadi karotis harus diperiksa secara periodik selama melak­sanakan RKP untuk mengukur keberhasilan pemijatan dada. Denyut nadi selalu harus diperiksa setiap kali kedua penolong berganti tugas.
2.    Pupil
Reaksi pupil merupakan ukuran paling baik untuk menentukan keber­hasilan RKP Pupil yang mengecil pada penyinaran dan yang tetap kecil menunjukkan bahwa sirkulasi serebral mungkin sudah memadai. Pupil yang melebar dan tidak bereaksi terhadap cahaya menunjukkan adanya kerusakan yang serius pada otot karena hipoksia.
3.    Warna
Sirkulasi perifer dapat dinilai dengan memijit daun telinga secara pe­riodik dan memperhatikan waktu pengisian kapiler.
4.    Kesadaran
Korban mungkin memperlihatkan pernapasan atau gerakan lainnya, tanda-tanda ini menunjukkan keberhasilan RKP namun tidak berarti tindakan RKP ini sudah dapat dihentikan.
Tindakan paling penting untuk keberhasilan resusitasi adalah segera melapangkan saluran pernapasan, yaitu dengan cara: (1) triple airway manuever, dan (2) mauever Heimlich.
Triple Airway Manuever
Ada tiga perlakuan pada cara ini sehingga disebut Triple Airway Manuever, yaitu sebagai berikut.
a. Kepala korban ditengadahkan dengan satu tangan berada di bawah le­her, sedangkan tangan yang lain pada dahi. Leher diangkat dengan satu tangan dan kepala ditengadahkan kebelakang oleh tangan yang lain.
b. Menarik rahang bawah ke depan, atau keduanya, akan mencegah obstruksi hipofarings oleh dasar lidah. Kedua gerakan ini meregangkan jaringan antara larings dan rahang bawah.
c. Menarik/mengangkat dasar lidah dari dinding pharynx posterior.
Bila cara Tripple Airway Manuever dan inflasi bertekanan positif tidak berhasil dan diduga ada benda asing pada jalan nafas bagian atas, maka mulut harus dibuka dengan paksa dan dibersihkan.
Pembukaan mulut dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut,
a. Cara jari silang. Terutama pada dagu yang agak rileks, penolong berada pada sebelah atas kepala atau disamping kepala korban. Jari telunjuk dimasukkan pada sudut mulut korban, tekanan jari telunjuk ke arah gigi geligi rahang bawah, kemudian dengan ibu jari yang menyilang telunjuk, geligi rahang atas ditekan sehingga sudut terbuka.
b. Cara di belakang gigi. Untuk dagu yang kaku: Masukkan jari telunjuk penolong di antara pipi dan gigi korban, dan letakkanlah ujung jari telunjuk ini di belakang gigi molar terakhir.
c. Mengangkat lidah dan rahang. Untuk dagu yang sangat rileks. Masuk­kan ibu jari ke dalam mulut dan kerongkongan, dan dengan ibu jari mengangkat pangkal lidah.
d. Satu atau dua jari (kalau bisa ditutupi kain) menyapu daerah mulut dan farings. Benda asing dibersihkan dengan jari telunjuk dan jari tengah yang berfungsi sebagai penjepit.
e. Benda cair dapat dikeluarkan dengan cara memiringkan kepala ke samping.
Pada korban kecelakaan, memutar atau menekuk kepala harus dihindar-kan, karena dapat memperberat kerusakan pada sumsum tulang belakang, kalau perlu seluruh tubuh ikut dimiringkan, dengan seorang pembantu penolong berusaha menahan kepala, leher dan dada agar tetap dalam satu bidang.

Manuever Heimlich
Manuever Heimlich ini merupakan metoda yang paling efektif untuk meng-atasi obstruksi saluran pernapasan atas akibat makanan atau benda asing yang terperangkap dalam pharynx posterior atau glotis. Korban tidak dapat berbicara atau bernapas, menjadi panik dan sering berlari dari kamar. Kor­ban menjadi pucat yang diikuti dengan bertambahnya cyanosis, anoxia dan kematian. Pada kondisi tersebut di atas, manuever ini dapat dilaksanakan dengan posisi penolong berdiri atau berbaring. Adapun pelaksanaannya sebagai berikut.
Penolong Berdiri: Penolong berdiri di belakang korban dan meme­luk pinggang korban dengan kedua belah tangan, kepalan salah satu tangan digenggam oleh tangan yang lain. Sisi ibu jari kepalan penolong menghadap abdomen korban diantara umbilicus dan thoraks. Kepalan tersebut ditekankan dengan sentakan ke atas yang cepat pada abdomen korban. Penekanan tersebut tidak boleh “memantul”, dan pada waktu di puncak tekanan perlu diberi waktu untuk menahan 0,5 - 1 detik dan setelah itu tekanan dilepas, perbuatan ini harus diulang beberapa kali. Naiknya diafragma secara mendadak menekan paru-paru yang diba­tasi oleh dinding rongga dada, meningkatkan tekanan intrathoracal dan memaksa udara serta benda asing keluar dari dalam saluran pernapasan.
Penolong berlutut: Korban berbaring telentang dan penolong berlu­tut melangkahi panggul korban. Penolong menumpukkan kedua be­lah tangannya dan meletakkan pangkal salah satu telapak tangan pada abdomen korban dalam posisi yang diperlihatkan pada gambar 3, kemudian melaksanakan prosedur yang sama seperti pada posisi berdiri.

0 comments:

Post a Comment