Sunday, 16 October 2011

Kram Otot

Kram otot adalah kontraksi yang terus menerus yang dialami oleh otot atau sekelompok otot dan mengakibatkan rasa nyeri. (Hardianto Wibowo, 1995: 31) penyebab kram adalah otot yang terlalu lelah, kurangnya pemanasan serta peregangan, adanya gangguan sirkulasi darah yang menuju ke otot sehingga menimbulkan kejang.
Penyebab terjadinya kram:
1.      otot terlalu lelah pada waktu berolahraga terjadi proses pembakaran yang menghasilkan sisa metabolik yang menumpuk berupa asam laktat kemudian merangsang otot/ saraf hingga terjadi kram.
2.      kurang pemanasan (Warming Up) serta pendinginan (Cooling Down).
3.      Kekurangan vitamin, misalnya tiamin (B1), asam pantotenat (B5), dan piridoksin (B6).
Kram yang mungkin terjadi yaitu:
a.       Otot Perut (Abdominal)
b.      Otot betis (Gastrocnenius)
c.       Otot paha belakang (Hamstring)
d.      Otot telapak kaki
Penanganan cedera pada umumnya terhadap kram otot yang dilakukan menurut Hardianto Wibowo, (1995: 33) adalah sebagai berikut:
1.      Atlet diistirahatkan, diberikan semprotan chlor ethyl spray untuk menghilangkan rasa nyeri/sakit yang bersifat lokal, atau digosok dengan obat-obatan pemanas seperti conterpain, dan salonpas gell untuk melebarkan pembuluh darah sehingga aliran darah tidak terganggu karena kekuatan/kekejangan otot pada terjadi kram.
2.      Pada saat otot kejang sampai kejangnya hilang. Menahan otot waktu berkontraksi sama artinya dengan kita menarik otot tersebut supaya myiosin filament dan actin myosin dapat menduduki posisi yang semestinya sehingga kram berhenti. Pada waktu ditahan dapat disemprot dengan chlor etyl spray, hingga hilang rasa nyeri.
Agar tidak terkena kram otot, atau setidak-tidaknya tidak terserang untuk kesekian kalinya, sebaiknya lakukan :
1.      Pemanasan yang cukup sebelum berolah raga atau aktivitas tertentu yang melibatkan otot. Kemudian jangan lupa pendinginan / pelemasan sesudahnya.
2.      Minum lebih banyak cairan, terutama yang mengandung elektrolit, saat berolahraga.
3.      Olah raga dengan intensitas ringan lebih dahulu, kemudian berangsur-angsur lebih berat.
Jika mesti duduk lama (menggunakan otot panggul) atau menulis lama (menggunakan otot jari), selang beberapa lama sebaiknya diselingi pelemasan dan peregangan

Strain


Strain adalah kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung (impact) atau tidak langsung (overloading) akibat teregang melebihi batas normal atau robeknya otot dan tendon (jaringan ikat/penghubungan yg kuat yg menghubungkan otot dengan tulang atau ekor otot) karena teregang melebihi batas normal. Strains sering terjadi pada bagian groin muscles (otot pada kunci paha), hamstrings (otot paha bagian bawah), dan otot quadriceps.
Strain terjadi akibat dari peregangan atau kontraksi otot melebihi batas normal (Abnormal stress) dan umumnya terjadi karena pembebanan secara tiba – tiba pada otot tertentu. Jenis cedera ini juga terjadi akibat otot tertarik pada arah yang salah, atau ketika terjadi kontraksi, otot belum siap.
Strain diklasifikasikan berdasarkan berat ringannya :
a. Derajat/Tingkat I : regangan serabut tendon dan otot, dengan minimal. Strain pada tingkat ini tidak ada robekan dan bersifat ringan. Misalnya strain pada otot hamstring yang mengganggu atlit sprint.
b. Derajat II : regangan serabut tendon, dengan robekan sebagian, bersamaan dengan nyeri danbengkak sehingga mempengaruhi kekuatannya.
c. Derajat III : robekan serabut otot yang luas dengan nyeri, bengkak dan kemungkinan ada yang putus.
Tanda-tanda
Seseorang yang mengalami sakit strain mempunyai gejala dan tanda-tanda sebagai berikut :
1. Strain ringan ditandai dengan kontraksi otot terhambat karena nyeri dan teraba pada bagian otot yang mengaku.
2. Strain total didiagnosa sebagai otot tidak bisa berkontraksi dan terbentuk benjolan.
3. Nyeri yang tajam dan mendadak pada daerah otot tertentu. dan pada cidera strain rasa sakit adalah nyeri yang menusuk pada saat terjadi cedera, terlebih jika otot berkontraksi.
4. Nyeri menyebar keluar dengan kejang atau kaku otot.
5. Cidera strain membuat daerah sekitar cedera memar dan membengkak. Setelah 24 jam, pada bagian memar terjadi perubahan warna, ada tanda-tanda perdarahan pada otot yang sobek, dan otot mengalami kekejangan.
Penanggulangan
Pada orang yang mengalami strain diberi penanganan sebagai berikut :
1. Letakkan penderita dalam posisi yang nyaman, istirahatkan bagian yang cedera. Segera berhenti melakukan segala aktivitas. Aktivitas yang berlebih pada bagian tubuh yg terkena akan memicu terjadinya komplikasi lebih lanjut.
2. Tinggikan daerah yang cedera. Tujuannya untuk mengurangi pembengkakan yang berlebihan.
3. Beri kompres dingin, selama 30 menit, ulangi setiap jam bila perlu. Saat cedera baru berlangsung, akan terjadi robekan pembuluh darah yang berakibat keluarnya “isi” pembuluh darah tersebut ke jaringan sekitar nya sehingga bengkak, pembuluh darah sekitar tempat cedera juga akan melebar (dilatasi) sebagai respon peradangan. Pemberian kompres dingin/es akan “menyempitkan” pembuluh darah yg melebar sehingga mengurangi bengkak. Kompres dingin bisa dilakukan 1-2 kali sehari, jangan lebih dari 20 menit karena justru kan mengganggu sirkulasi darah.
Sebaliknya, saat cedera sudah kronik, tanda2 peradangan seperti bengkak, warna merah, nyeri hebat sudah hilang, maka prinsip pemberian kompres hangat bisa dilakukan.

4. Balut tekan (pressure bandage) dan tetap tinggikan. Kompres/penekanan pada bagian cedera, bisa dilakukan dengan perban/dibalut. Jangan terlalu erat, tujuannya untuk mengurangi pembengkakan dan dalam penekanan tetap ditinggikan. Tekanlah pada daerah cedera sampai nyeri hilang (biasanya 7 sampai 10 hari untuk cedera ringan dan 3 sampai 5 minggu untuk cedera berat.
5. Tinggikan daerah yang cedera. Tujuannya untuk mengurangi pembengkakan yang berlebihan.
6. Jika dibutuhkan, gunakan tongkat penopang ketika berjalan.
dan hindari HARM.

Pencegahan
-          Memakai pemakaian perlengkapan olahraga yang sesuai, misalnya sepatu yang bisa melindungi pergelangan kaki selama aktivitas.
-          Melakukan pemanasan, peregangan, stretching, melakukan gerakan dengan benar.
-          Tidak melakukan aktivitas dan tidak melakukan gerakan latihan terlalu banyak/cepat dan tidak berlebihan atau melebihi beban/normal.
-          Selain itu untuk menghindari terjadinya strain, dapat melakukan latihan-latihan fleksibilitas otot yang baik bisa menghindarkan diri dari cedera strain.
Kuncinya adalah selalu melakukan stretching setelah melakukan pemanasan, terutama pada bagian otot-otot yang rentan tersebut. Selain itu pencegahan strain dengan melakukan latihan aerobik yang teratur, tetapi yang tidak terlalu membebani otot, antara lain olahraga jalan, berenang, bersepeda, maupun senam-senam yang memperkuat dan memelihara fleksibilitas. Namun, dengan diagnosis yang tepat, penanggulangan yang benar dan cepat cedera dapat diatasi sehingga aktivitas secara bertahap dapat dilakukan.

Sprain

Sprain adalah bentuk cidera berupa penguluran atau kerobekan pada ligament (jaringan yang menghubungkan tulang dengan tulang) atau kapsul sendi, yang memberikan stabilitas sendi. Kerusakan yang parah pada ligament atau kapsul sendi dapat menyebabkan ketidakstabilan pada sendi. Pengertian lain cedera sprain adalah cedera pada ligamen di sekitar persendian tulang yang dibentuk oleh permukaan tulang rawan sendi yang membungkus tulang-tulang yang berdampingan. Kerusakan serat ligamen sering dibarengi oleh perdarahan yang menyebar di sekeliling jaringan dan terlihat sebagai memar.
Sprain dapat disebabkan oleh persendian tulang dipaksa melakukan suatu gerak yang melebihi jelajah sendi atau range of movement normalnya. Trauma langsung ke persendian tulang, yang menyebabkan persendian bergeser ke posisi persendian yang tidak dapat bergerak, jatuh, terpelintir, atau tekanan pada tubuh yang menyebabkan tulang pada sendi bergeser sehingga menyebabkan ligamen teregang atau bahkan robek. Biasanya, sprain terjadi pada keadaan seperti saat orang terjatuh dengan bertumpu pada tangan, mendarat dengan bagian luar dari kaki, atau mendatar keras di tanah sehingga menyebabkan lutut terpelintir. Sprain terjadi ketika sendi dipaksa melebihi lingkup gerak sendi yang normal, seperti melingkar atau memutar pergelangan kaki. Meskipun sprain dapat muncul baik pada bagian tubuh atas maupun bawah, Namun tempat paling sering terjadinya sprain adalah pada pergelangan kaki. Data menunjukkan terdapat lebih dari 25.000 orang menderita sprain pada pergelangan kakinya tiap harinya.
                Sprain diklasifikasikan berdasarkan berat ringannya: 
     a)  Sprain Tingkat I
Pada cedera ini terdapat sedikit
hematoma dalam ligamentum dan hanya beberapa serabut yang putus. Cedera menimbulkan rasa nyeri tekan, pembengkatan dan rasa sakit pada daerah tersebut.
     b) Sprain Tingkat II
Pada cedera ini lebih banyak serabut dari ligamentum yang putus, tetapi lebih separuh serabut ligamentum yang utuh. Cedera menimbulkan rasa sakit, nyeri tekan, pembengkakan, efusi, (cairan yang keluar) dan biasanya tidak dapat menggerakkan persendian tersebut.
     c) Sprain Tingkat III
Pada cedera ini seluruh
ligamentum putus, sehinnga kedua ujungya terpisah. Persendian yang bersangkutan merasa sangat sakit, terdapat darah dalam persendian, pembekakan, tidak dapat bergerak seperti biasa, dan terdapat gerakan-gerakan yang abnormal.
Tanda-tanda
-          Edema, perdarahan dan perubahan warna yang lebih nyata.
-          Bengkak atau memar.
-          Terjadi inflamasi atau peradangan.
-          Ketidakmampuan untuk menggunakan sendi, otot dan tendon.
-          Tidak dapat menyangga beban, nyeri lebih hebat dan konstan.
-          Nyeri pada persendian tulang.
-          Terjadi kekakuan sendi.

            Penanggulangan sprain
Prinsip utama penatalaksanaan sprain adalah mengurangi pembengkakan dan nyeri yang terjadi. Langkah yang paling tepat sebagai penatalaksanaan tahap awal (24-48 jam) adalah prinsip RICE (rest, ice, compression, elevation), yaitu :
1. Rest (istirahat)
Kurangi aktifitas sehari-hari sebisa mungkin. Jangan menaruh beban pada tempat yang cedera selama 48 jam. Dapat digunakan alat bantu seperti crutch (penopang/penyangga tubuh yang terbuat dari kayu atau besi) untuk mengurangi beban pada tempat yang cedera.
2. Ice (es)
Letakkan es yang sudah dihancurkan kedalam kantung plastik atau semacamnya. Kemudian letakkan pada tempat yang cedera selama maksimal 2 menit guna menghindari cedera karena dingin.
3. Compression (penekanan)
Untuk mengurangi terjadinya pembengkakan lebih lanjut, dapat dilakukan penekanan pada daerah yang cedera. Penekanan dapat dilakukan dengan perban elastik. Balutan dilakukan dengan arah dari daerah yang paling jauh dari jantung ke arah jantung.
4. Elevation (peninggian)
Balut tekan dan tetap tinggikan. Jika memungkinkan, pertahankan agar daerah yang cedera berada lebih tinggi daripada jantung. Sebagai contoh jika daerah pergelangan kaki yang terkena, dapat diletakkan bantal atau guling dibawahnya supaya pergelangan kaki lebih tinggi daripada jantung. Tujuan daripada tindakan ini adalah agar pembengkakan yang terjadi dapat dikurangi. Jika nyeri dan bengkak berkurang 48 jam setelah cedera, gerakkan persendian tulang ke seluruh arah. Hindari tekanan pada daerah cedera sampai nyeri hilang (biasanya 7 sampai 10 hari untuk cedera ringan dan 3 sampai 5 minggu untuk cedera berat). Jika dibutuhkan, gunakan tongkat penopang ketika berjalan. Bantu dengan tongkat atau kruk.
Mulai aktivitas dengan hati-hati secara bertahap. Tetapi jika diperlukan rujuk ke fasilitas kesehatan. Keadaan-keadaan berikut di bawah ini merupakan indikasi untuk dibawa ke dokter :
Menderita rasa sakit yang sangat dan bahkan sendi yang terkena tidak dapat digunakan untuk menahan beban sedikitpun.
        a. Pada sendi yang terkena terlihat adanya memar selain adanya bengkak
        b. Sendi yang terkena tidak dapat digerakkan
        c. Tidak dapat berjalan lebih dari 4 langkah tanpa rasa sakit
        d. Sendi terasa bergeser saat akan digerakkan
        e. Sendi yang terkena terasaa baal
        f. Ragu apakah cedera yang rasa alami itu serius atau tidak
dan hindari HARM, yaitu
        1. H: heat, peberian panas justru akan meningkatkan perdarahan
        2. A: alcohol, akan meningkatkan pembengkakan
        3. R: running, atau exercise/latihan terlalu dini akan menambah buruk cedera
        4. M: massage, tidak boleh diberikan pada masa akut karena akan merusak jaringan.
Pencegahan Sprain
           Sebagai upaya pencegahan, saat melakukan aktivitas olahraga :
-          Memakai peralatan yang sesuai seperti sepatu yang sesuai, misalnya sepatu yang bisa melindungi pergelangan kaki selama aktivitas.
-          Selalu melakukan pemanasan atau stretching sebelum melakukan aktivitas atletik, serta latihan yang tidak berlebihan. Cedera dapat terjadi pada setiap orang yang melakukan olahraga dengan jenis yang paling sering adalah strain dan sprain dengan derajat dari yang ringan sampai berat. Cedera olahraga terutama dapat dicegah dengan pemanasan dan pemakaian perlengkapan olahraga yang sesuai.

Trauma Kepala



Head injury (Trauma kepala) termasuk kejadian trauma pada kulit kepala, tengkorak atau otak.
Batasan trauma kepala digunakan terutama untuk mengetahui trauma cranicerebral, termasuk gangguan kesadaran.
Kematian akibat trauma kepala terjadi  pada tiga waktu setelah injury yaitu :
  1. Segera setelah injury.
  2. Dalam waktu 2 jam setelah injury
  3. rata-rata 3 minggu setelah injury.
Pada umumnya kematian terjadi setelah segera setelah injury dimana terjadi trauma langsung pada kepala, atau perdarahan yang hebat dan syok. Kematian yang terjadi dalam beberapa jam setelah trauma disebabkan oleh  kondisi klien yang memburuk secara progresif  akibat  perdarahan internal. Pencatatan segera tentang status neurologis dan intervensi surgical merupakan tindakan kritis guna pencegahan kematian pada phase ini. Kematian yang terjadi 3 minggu atau lebih setelah injury disebabkan oleh berbagai kegagalan sistem tubuh.
Faktor-faktor yang diperkirakan memberikan prognosa yang jelek adalah adanya intracranial hematoma, peningkatan usia klien, Up normal respon motorik, menghilangnya gerakan bola mata dan refleks pupil terhadap cahaya, hipotensi yang terjadi secara awal, hipoksemia dan hiperkapnea, peningkatan ICP.

 Gejala dan Tanda
Gejala trauma kepala digunakan untuk menentukan berat tidaknya trauma tersebut. Trauma kepala dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu trauma kepala ringan, sedang, dan berat.
Trauma kepala ringan adalah:
  • Tidak kehilangan kesadaran/tidak pingsan.
  • Sadar atau dapat berinteraksi dengan Anda.
  • Mungkin muntah, namun hanya sekali.
  • Bisa terdapat luka lecet atau robek di kepalanya.
  • Selain itu normal.
Trauma kepala sedang adalah:
  • Tidak sadar selama kurang dari 30 detik.
  • Sadar dan berespon terhadap suara.
  • Muntah 2 kali atau lebih.
  • Sakit kepala.
  • Kejang singkat satu kali dapat terjadi langsung setelah trauma .
  • Bisa mengalami luka lecet, benjol, atau luka robek yang besar di kepala.
Trauma kepala berat adalah :
  • Tidak sadar lebih dari 30 detik.
  • Mengantuk dan tidak berespon terhadap suara.
  • Memiliki tanda-tanda trauma kepala lain yang signifikan, seperti lebar pupil yang tidak sama, kelemahan lengan dan kaki.
  • Ada sesuatu yang tersangkut di kepalanya.
  • Mengalami kejang kedua selain kejang singkat pertama ketika trauma terjadi.
  • Anda sebaiknya menghubungi ambulans segera jika anak Anda mengalami trauma kepala berat.
 Jenis Trauma Kepala
1. Robekan kulit kepala
    Robekan kulit kepala merupakan kondisi agak ringan dari trauma kepala. Oleh karena kulit kepala banyak mengandung pembuluh darah dengan kurang memiliki kemampuan konstriksi, sehingga banyak trauma kepala dengan perdarahan hebat. Komplikasi utama robekan kepala ini adalah infeksi.
2. Fraktur tulang tengkorak
    Fraktur tulang tengkoran sering terjadi pada trauma kepala. Beberapa cara untuk menggambarkan fraktur tulang tengkorak :
  1. Garis patahan atau tekanan.
  2. Sederhana, remuk atau compound.
  3. Terbuka atau tertutup.
Fraktur yang terbuka atau tertutup bergantung pada keadaan robekan kulit atau  sampai menembus kedalam lapisan otak. Jenis dan kehebatan fraktur tulang tengkorak bergantung pada kecepatan pukulan, moentum, trauma langsung atau tidak.
Pada fraktur linear dimana fraktur terjadi pada dasar tengkorak biasanya berhubungan dengan  CSF. Rhinorrhea (keluarnya CSF dari hidung) atau otorrhea (CSF keluar dari mata).
Ada dua metoda yang digunakan untuk menentukan keluarnya CSF dari mata atau hidung, yaitu melakukan test glukosa pada cairan yang keluar yang biasanya positif. Tetapi bila cairan bercampur dengan darah ada kecenderungan akan positif karena darah juga mengadung gula. Metoda kedua dilakukan yaitu  cairan ditampung dan diperhatikan gumpalan yang ada. Bila ada CSF maka akan terlihat darah berada dibagian tengah dari cairan dan dibagian luarnya nampak berwarna kuning mengelilingi darah (Holo/Ring Sign).
 Komplikasi yang cenderung terjadi pada fraktur tengkorak adalah infeksi intracranial dan hematoma sebagai akibat adanya kerusakan menigen dan jaringan otak. Apabila terjadi fraktur frontal atau orbital  dimana cairan CSF disekitar periorbital (periorbital ecchymosis. Fraktur dasar tengkorak dapat meyebabkan ecchymosis pada tonjolan mastoid pada tulang temporal (Battle’s Sign), perdarahan konjunctiva atau edema periorbital.

 Gangguan dari Trauma kepala
1. Commotio serebral
Concussion/commotio serebral  adalah keadaan dimana berhentinya sementara fungsi otak, dengan atau tanpa kehilangan kesadaran, sehubungan dengan aliran darah keotak. Kondisi ini biasanya  tidak terjadi kerusakan dari struktur otak dan merupakan keadaan ringan oleh karena itu disebut Minor Head Trauma. Keadaan phatofisiologi secara nyata  tidak diketahui. Diyakini bahwa kehilangan  kesadaran sebagai akibat  saat adanya stres/tekanan/rangsang pada  reticular activating system pada midbrain menyebabkan disfungsi elektrofisiologi sementara. Gangguan kesadaran terjadi  hanya beberapa detik atau beberapa jam.
Pada concussion yang berat akan terjadi kejang-kejang dan henti nafas, pucat, bradikardia, dan hipotensi yang mengikuti keadaan penurunan tingkat kesadaran. Amnesia segera akan terjadi. Manifestasi lain yaitu nyeri kepala, mengantuk,bingung, pusing, dan gangguan penglihatan seperti diplopia atau kekaburan penglihatan.

2. Contusio serebral

Contusio didefinisikan sebagai kerusakan dari jaringan otak. Terjadi perdarahan vena, kedua whitw matter dan gray matter mengalami kerusakan. Terjadi penurunan pH, dengan berkumpulnya  asam laktat dan menurunnya konsumsi oksigen yang dapat menggangu fungsi sel.
Kontusio sering terjadi pada tulang tengkorak yang menonjol. Edema serebral dapat terjadi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan ICP. Edema serebral puncaknya dapat terjadi pada 12 – 24 jam setelah injury.
Manifestasi contusio bergantung pada lokasi luasnya kerusakan otak. Akan terjadi penurunan kesadaran. Apabila kondisi berangsur kembali, maka tingat kesadaranpun akan berangsur kembali tetapi akan memberikan gejala sisa, tetapi banyak juga yang mengalami kesadaran kembali seperti biasanya. Dapat pula terjadi hemiparese. Peningkatan ICP terjadi bila terjadi edema serebral.

1.    Diffuse axonal injury
Adalah injury pada otak dimana akselerasi-deselerasi injury dengan kecepatan tinggi, biasanya berhubungan dengan kecelakaan kendaraan bermotor sehingga terjadi terputusnya axon dalam white matter secara meluas. Kehilangan kesadaran berlangsung segera. Prognosis jelek, dan banyak klien meninggal dunia, dan bila hidup dengan keadaan persistent vegetative.

2.      Injury Batang Otak

Walaupun perdarahan tidak dapat dideteksi, pembuluh darah pada sekitar midbrain akan mengalami perdarahan yang hebat pada midbrain. Klien dengan injury batang otak akan mengalami coma yang dalam, tidak ada reaksi pupil, gangguan respon okulomotorik, dan abnormal pola nafas.

 Komplikasi
1. Epidural Hematoma
Sebagai akibat  perdarahan pada lapisan  otak yang terdapat pada permukaan bagian dalam dari tengkorak. Hematoma epidural sebagai keadaan neurologis yang bersifat emergensi dan biasanya berhubungan dengan linear fracture yang memutuskan arteri yang lebih besar, sehingga menimbulkan perdarahan. Venous epidural hematoma berhubungan dengan robekan pembuluh vena dan berlangsung perlahan-lahan. Arterial hematoma terjadi pada middle meningeal artery yang terletak di bawah tulang temporal. Perdarahan masuk kedalam  ruang epidural. Bila terjadi perdarahan arteri maka  hematoma akan cepat terjadi. Gejalanya adalah penurunan kesadaran, nyeri kepala, mual dan muntah. Klien diatas usia 65 tahun dengan peningkatan ICP berisiko lebih tinggi meninggal dibanding usia lebih mudah.
2.   Subdural Hematoma
Terjadi  perdarahan antara dura mater dan lapisan arachnoid pada lapisan meningen yang membungkus otak. Subdural hematoma biasanya sebagai akibat adanya injury pada otak dan pada pembuluh darah. Vena yang mengalir pada permukaan otak  masuk kedalam sinus sagital merupakan sumber terjadinya subdural hematoma. Oleh karena subdural hematoma berhubungan dengan kerusakan vena, sehingga hematoma terjadi secara perlahan-lahan. Tetapi bila disebabkan oleh kerusakan arteri maka kejadiannya secara cepat. Subdural hematoma dapat terjadi secara akut, subakut, atau kronik.
Setelah terjadi perdarahan vena, subdural hematoma nampak membesar. Hematoma menunjukkan tanda2 dalam waktu 48 jam setelah injury. Tanda lain yaitu  bila terjadi konpressi jaringan otak maka akan terjadi peningkatan ICP menyebabkan penurunan tingkat kesadaran dan nyeri kepala.  Pupil dilatasi. Subakut  biasanya terjadi  dalam waktu 2 – 14 hari setelah injury.
Kronik subdural hematoma terjadi  beberapa minggu atau bulan setelah  injury.  Somnolence, confusio, lethargy, kehilangan memory merupakan masalah kesehatan yang berhubungan dengan subdural hematoma.
3.   Intracerebral Hematoma
Terjadinya pendarahan dalamn parenkim yang terjadi rata-rata 16 % dari head injury. Biasanya terjadi pada  lobus frontal dan temporal yang mengakibatkan ruptur pembuluh darah intraserebral pada saat terjadi injury. Akibat robekan intaserebral hematoma atau intrasebellar hematoma akan terjadi  subarachnoid hemorrhage.

4.   Collaborative Care
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk memonitor hemodinamik dan mendeteksi edema serebral. Pemeriksaan gas darah guna mengetahui kondisi oksigen dan CO2.
Okdigen yang adekuat sangat diperlukan untuk mempertahankan metabolisma serebral. CO2 sangat beepengaruh untuk mengakibatkan vasodilator yang dapat mengakibatkan edema serebral dan peningkatan ICP. Jumlah sel darah, glukosa serum dan elektrolit diperlukan untuk memonitor kemungkinan adanya infeksi atau kondisi yang berhubungan dengan lairan darah serebral dan metabolisma.
CT Scan diperlukan untuk mendeteksi adanya contusio atau adanya diffuse axonal injury. Pemeriksaan lain adalah MRI, EEG, dan lumbal functie untuk mengkaji kemungkinan adanya perdarahan.
Sehubungan dengan contusio, klien perlu diobservasi 1 – 2 jam di bagian emergensi. Kehilangan tingkat kesadaran terjadi lebih dari 2 menit, harus tinggal rawat di rumah sakit untuk dilakukan observasi.
Klien yangmengalami DAI atau cuntusio sebaiknya tinggal rawat di rumah sakit dan dilakukan observasi ketat. Monitor tekanan ICP, monitor terapi guna menurunkan edema otak dan mempertahankan perfusi otak.
Pemberian kortikosteroid seperti hydrocortisone atau dexamethasone dapat diberikan untuk menurunkan inflamasi. Pemberian osmotik diuresis seperti mannitol digunakan untuk menurunkan edema serebral.

   Kejadian trauma kepala pada cabor
Trauma kepala sering terjadi pada saat melakukan olahraga. Jika tidak diperhatikan dengan serius maka akan berdampak buruk. Berikut kejadian-kejadian trauma kepala pada cabang olahraga:
  1. Sepak bola
·   Terkena sikut : yaitu saat dua pemain ingin mengambil bola atas, namun salah seorang pemain dengan curang mengarahkan sikutnya ke atas kepala pemain lain.
·   Terkena sepakan : yaitu saat terjadi bola seimbang (50 : 50) antara dua pemain,  pemain satu ingin mengambil bola dengan kepala dan pemain satunya mengambil bola dengan kaki, dengan tidak sengaja kaki mengenai kepala pemain lawan.

·   Benturan kepala : yaitu terjadi saat dua pemain ingin mengambil bola dengan kepala, namun bola yang akan diambil berubah arah, dan terjadilah benturan kepala antara kedua pemain tersebut.
  1. Bola basket
·   Benturan dengan lantai : yaitu terjadi saat pemain melompat untuk mencetak angka, dengan gangguan ataupun hilangnya keseimbangan dari pemain, pemain tersebut jatuh dengan kepala yang pertama menyentuh lantai atau benturan.
·   Terkena sikut.
·   Benturan kepala dengan pemain lain.
  1. Bola voli
·   Benturan dengan lantai : yaitu saat pemain hilang keseimbangan saat setelah melakukan smash ataupun blok hingga kepala yang jatuh dahulu terkena lantai, dan saat melakukan pengembalian smash dari lawan yang jauh dari jangkauan dengan melompat.
Pada dasarnya kejadian trauma kepala saat olahraga adalah tidak dilakukannya teknik dengan benar ataupun tidak dilakukan dengan hati-hati.