Thursday 29 September 2016

Olahraga pada Lansia



1.        Pengertian Lansia
Menurut ilmu gerontologia (ilmu mengenai usia lanjut) setiap orang memiliki tiga macam umur. Umur secara kronologis, biologis dan psikologis. Ada beberapa negara menetapkan bahwa umur kronologis sebagai pembeda bagi lansia. Di Indonesia seseorang dianggap lanjut usia ketika ia pensiun dari pekerjaannya pada usia 55 tahun. Di Amerika Serikat, seseorang dikategorikan sebagai lansia pada usia 77 tahun yang didahului masa pra lansia yaitu usia 69-76 tahun. Bagi orang jepang kesuksesan justru dimulai pada usia 60 tahun. Banyak wanita jepang yang masih bekerja meski umurnya sudah 60 tahun ke atas. Sedangkan WHO menetapkan usia 60 tahun sebagai titik awal seseorang memasuki masa lansia (Junaidi, 2011).
Lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam ukuran dan fungsi serta telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan waktu. Menua atau menjadi tua adalah proses alami yang dialami setiap orang. Namun batasan atau kategori usia tua masih relatif. Ada seorang yang sudah berusia 80 tahun masih tetap sehat dan aktif bekerja, tapi ada juga yang baru berusia 45 tahun sudah tidak kuat bekerja karena menderita suatu penyakit. Meski begitu badan kesehatan dunia WHO menggunakan batasan lansia secara kronologis pada usia 60 tahun ke atas dan menganjurkan negara-negara anggotanya untuk menjadikan sebagai patokan baku demi memudahkan dalam menyusun kebijakan masalah kesehatan oleh WHO. Di Indonesia sendiri, lansia diprediksi mengalami peningkatan. Berdasarkan data hasil sensus penduduk tahun 2010, menunjukkan bahwa penduduk lanjut lansia usia 60 tahun ke atas meningkat secara signifikan (Khomarun, 2013: 144). Oleh karena itu, perlu penanganan kesehatan yang baik untuk mengorganisir masalah-masalah yang mungkin muncul.

2.        Anatomi Fisiologi Lansia
Banyak perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia, diantaranya perubahan komposisi tubuh, otot, tulang dan sendi, sistem kardiovaskular, respirasi, dan kognisi. Distribusi lemak berubah dengan bertambahnya usia. Laki-laki dengan bertambahnya usia akan mengakumulasi lemak terutama di sekitar batang tubuh (truncus) dan di sekitar organ-organ dalam, sedangkan wanita terutama di sekitar organ-organ dalam. Pada Lansia, terdapat penurunan massa otot, perubahan distribusi darah ke otot, penurunan PH dalam sel otot, otot menjadi lebih kaku, dan ada penurunan kekuatan otot. Olahraga dapat meningkatkan kekuatan otot, massa otot, perfusi otot, dan kecepatan konduksi saraf ke otot. Pada wanita lansia hilangnya estrogen sebagian besar menjelaskan mengapa otot kehilangan tonus (Sukartini, 2009: 157).
Pada usia 90 tahunan, kebanyakan lansia mengalami patah tulang panggul dan meninggal karena komplikasi. Laki-laki kehilangan massa tulang sekitar 1% per tahun sesudah usia 50 tahun, sedangkan wanita mulai kehilangan massa tulang pada usia 30 tahun ke atas, dengan laju penurunan 2-3% per tahun sesudah menopause. Tulang dan sendi merupakan komponen yang tidak dapat dipisahkan. Jika sendi tidak dapat digerakkan sesuai dengan ROM (range of motion) maka gerakan menjadi terbatas. Oleh karena itu, fleksibilitas menjadi komponen esensial dari program latihan bagi lansia. Jika suatu sendi tidak digunakan, maka otot yang melintasi sendi akan memendek dan mengurangi ROM. Latihan fleksibilitas dapat meningkatkan kekuatan tendon dan ligamen, mempertahankan kekuatan otot yang melintasi sendi, mengurangi nyeri pada kasus osteoartritis sehingga ROM bisa dipertahankan.
Perubahan juga terjadi pada sistem kardiovaskular, ditandai dengan adanya perubahan anatomi di jantung dan pembuluh darah, menurunnya denyut nadi maksimal, meningkatnya tekanan darah, hipotensi postural, perubahan dalam pemulihan denyut nadi sesudah aktivitas fisik, menurunnya jumlah darah yang dipompa dalam tiap denyutan, dan perubahan dalam darah (sel darah merah, hemoglobin). Perubahan juga terjadi pada fungsi paru, diantaranya meningkatnya infeksi saluran nafas atas, berkurangnya luas permukaan paru (75 m2 pada usia 20 tahun menjadi 50-60 m2) berkurangnya elastisitas paru, perubahan volume paru, dan kemungkinan terjadi penyakit paru obstruktif menahun yang dapat memperpendek nafas, dan rendahnya toleransi terhadap latihan fisik. Selain itu, lansia merupakan populasi yang rentan terhadap gangguan metabolisme karbohidrat yang dapat muncul sebagai Diabetes Mellitus (DM), tetapi gejala klinis DM pada lansia seringkali bersifat tidak spesifik. DM pada lansia seringkali tidak disadari hingga munculnya penyakit lain atau baru disadari setelah terjadinya penyakit akut. Oleh sebab itu, upaya diagnosis dini terhadap DM pada lansia perlu dilakukan (Indra, 2010). Secara ringkas Kadir (2007) mengatakan perubahan yang terjadi pada lansia sebagai berikut:
-          Kulit tubuh menjadi lebih tipis, kering, keriput dan tidak elastis lagi.
-          Rambut rontok warnanya berubah menjadi putih, kering dan tidak mengkilat.
-          Jumlah otot berkurang, ukurannya menciut, volume otot secara keseluruhan menyusut dan fungsinya menurun.
-          Otot-otot jantung mengalami perubahan degeneratif, ukuran jantung mengecil, kekuatan memompa darah berkurang.
-          Pembuluh darah mengalami kekakuan (arteriosklerosis).
-          Terjadinya degenerasi selaput lendir dan bulu getar saluran pernapasan, gelembung paru-paru menjadi kurang elastis.
-          Tulang-tulang menjadi keropos (osteoporosis).
-          Akibat degenerasi di persendian, permukaan tulang rawan sendi menjadi kasar.
-          Karena proses degenerasi maka jumlah nefron (satuan fungsional dari ginjal yang bertugas membersihkan darah) menurun yang berakibat kemampuan mengeluarkan sisa metabolisme melalui air seni berkurang.

3.        Teori Penuaan
a.         Wear and Tear Theory
Teori ini menyatakan bahwa organ akan mengalami kerusakan bila dipakai secara berlebihan dan makin sering dipakai berlebihan akan makin banyak yang rusak sehingga tubuh tidak mampu memperbaiki.
b.        The Neuroendocrinology Theory
Teori ini menjelaskan bahwa ketidakmampuan produksi hormon untuk mengimbangi fungsinya yang berlebihan, sehingga tubuh akan mengalami kekurangan hormon secara menyeluruh sehingga terjadila proses penuaan. Walaupun mekanisme umpan balik mulai dari hipotalamus, hipofisis dan organ sasaran masih bekerja tetapi berhubung kerjanya berlebih sehingga poros hipotalamus-hipofisis dan organ sasaran tetap tidak mampu mengimbanginya dan akhirnya proses penuaan akan terjadi.
c.         The Genetic Control Theory
Kontrol genetik mengatur manusia sesuai dengan apa yang telah diatur di dalam DNA seseorang, namun sekarang berbagai kemajuan ilmu kedokteran khususnya dalam bidang kedokteran anti penuaan telah mulai dijajaki untuk memutus rantai dari DNA untuk mencegah kerusakan dan memperbaiki DNA.
d.        The Free Radical Theory
Radikal bebas diyakini sebagai salah satu unsur yang mempercepat proses penuaan sehingga berdasarkan teori ini maka terbentuknya radikal bebas yang berlebihan harus segera dihindari (Weismann, 1882; Gerschman, 1954 dikutip oleh Goldman and Klatz, 2007, dalam Pangkahila, 2013).

4.        Olahraga pada Lansia
Olahraga pada lansia dapat mencegah osteoporosis pada tulang dada, memperbiki kemampuan kardiovaskuler, memperbaiki kondisi otot-otot pernafasan, dan meningkatkan sistem imun (Sukartini, 2009). Olahraga dapat memperbaiki fungsi kognitif dengan cara meningkatkan aliran darah ke otak dan meningkatkan pembentukan neurotransmiter otak. Sementara dalam hal emosi, lansia berisiko untuk mengalami depresi dan menurunnya kemampuan dalam menghadapi stres. Depresi dapat timbul karena menurunnya status kesehatan, kehilangan kemampuan fisik, kehilangan pasangan hidup, tidak mempunyai pekerjaan, uang, ketakutan hidup sendiri, dan lain sebagainya. Olahraga dapat memperbaiki mood, meningkatkan kemampuan menghadapi stres, menurunkan angka depresi melalui interaksi sosial saat olahraga. Lansia juga mengalami kendala pengaturan keseimbangan karena menurunnya persepsi terhadap kedalaman, menurunnya penglihatan perifer, menurunnya kemampuan untuk mendeteksi informasi. Kondisi ini berakibat meningkatnya risiko jatuh pada lansia. Olahraga yang ditujukan untuk memperbaiki keseimbangan sangat bermanfaat. Manfaat olahraga pada lansia antara lain sebagai berikut:
-          Dapat memperpanjang usia
-          Menyehatkan jantung, otot, dan tulang.
-          Mengurangi kecemasan dan depresi, dan memperoleh kepercayaan diri yang lebih tinggi.
-          Memperbaiki komposisi tubuh, seperti lemak tubuh, kesehatan tulang, massa otot, dan meningkatkan daya tahan, massa otot dan kekuatan otot, serta fleksibilitas sehingga lansia lebih sehat dan bugar dan risiko jatuh berkurang.
-          Menurunkan risiko penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit jantung.
-          Menunjang kesehatan, yaitu dengan meningkatkan nafsu makan, membuat kualitas tidur lebih baik, dan mengurangi kebutuhan terhadap obat-obatan.
-          Meningkatkan kapasitas aerobik, kekuatan, fleksibilitas, dan keseimbangan.
-          Meningkatkan mood, mengurangi risiko pikun, dan mencegah depresi.
-          Mengurangi ketergantungan pada orang lain, mendapat banyak teman, dan meningkatkan produktivitas.
Olahraga pada lansia harus dilakukan dengan tepat sesuai kondisi lansia tersebut. Hal ini menjadi dasar agar penentuan kadar olahraga mengacu pada screening dari dokter terlebih dahulu. Screening tersebut berfungsi untuk memberi informasi kondisi dari lansia, kondisi saat itu dan riwayat dari kesehatan lansia. Sangat berbahaya apabila penentuan kadar olahraga dilakukan hanya dengan melihat kondisi lansia dari mata telanjang. Hal tersebut bisa berakibat fatal karena kondisi setiap lansia berbeda-beda. Bagaimana jika lansia mempunyai penyakit dalam, kelainan genetik, dan sebagainya. Kadar olahraga yang tidak sesuai, bukan hanya tujuan kesehatan tidak tercapai tetapi juga dapat berakibat buruk dan bahkan bisa menyebabkan kematian.
Secara umum olahraga pada lansia dianjurkan untuk menjaga kebugaran. Kondisi yang bugar pada lansia dapat meningkatkan kinerja sistem-sistem tubuh, sehingga fungsi sistem-sistem yang ada dalam tubuh tersebut dapat berjalan dengan baik. Pada prinsipnya olahraga pada lansia dimulai dengan intensitas yang rendah. Takaran olahraga atau latihan pada lansia adalah dengan denyut nadi tidak lebih dari 85% dari denyut nadi maksimal (DNM) (Kadir, 2007). Lansia yang berumur 70 tahun hanya boleh berolahraga maksimal sampai denyut nadi 105 sampai 127 kali per menit (Soekarman, 1989; Fox, 1993; Wibowo, 2003, dalam Kadir, 2007). Olahraga yang bisa dilakukan adalah seperti berikut:
1.      Latihan aerobik
Latihan aerobik artinya latihan olahraga untuk kesehatan jantung dan paru-paru, berupa gerakan tubuh secara umum seperti berjalan kaki. Latihan aerobik dapat dilakukan selama 30 menit setiap hari dalam seminggu. Selain jalan, latihan aerobik bisa dilakukan dengan berenang, bersepeda. Latihan aerobik ini disarankan agar yang menyenangkan. Supaya menghindari kejenuhan pada lansia.
2.      Latihan kekuatan
Latihan kekuatan cukup penting untuk menjaga otot-otot lansia agar tidak mengalami degenerasi sel yang cepat. Latihan kekuatan bisa dilakukan dengan bentuk angkat botol air mineral yang dilakukan perlahan-lahan, dari menggerakan tangan tanpa beban beberapa menit, lalu dengan beban agar persendian teratur dan tidak kaget. Latihan kekuatan juga bisa dengan cara bangun lalu berdiri dari kursi, hal ini pun sama dilakukan perlahan dulu seperti pemanasan.
3.      Latihan keseimbangan
Latihan keseimbangan sangat penting karena memang memiliki bukti ilmiah, tetapi secara empiris baik dilakukan untuk meningkatkan stabilitas dan menghindari risiko lansia jatuh. Latihan ini bisa dengan cara, berdiri pada satu kaki, peregangan otot-otot lengan dan kaki, seperti saat kita melakukan pemanasan sebelum berolahraga pada umumnya. Latihan ini dilakukan seminggu dua kali.
4.      Latihan kelentukan
Latihan kelentukan dibutuhkan oleh lansia untuk menjaga ROM (range of motion) sekaligus menjaga fungsi muskuloskeletal. Latihan ini bisa berupa peregangan otot.



Daftar Rujuan


Indra Kurniawan. (2010). Diabetes Tipe 2 Pada Usia Lanjut. Majalah Kedokteran Indonesia, 12, 576-584.
Junaidi, S. (2011). Pembinaan Fisik Lansia Melalui Aktivitas Olahraga Jalan Kaki. Jurnal Media Ilmu Keolahragaan Indonesia, 1, 17-21.
Kadir, A. (2007). Olahraga Pada Usia Lanjut. Wijaya Kusuma, 1, 63-68.
Khomarun, Wahyuni, E.S., & Nugroho, M.A. (2013). Pengaruh Aktivitas Fisik Jalan Pagi Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Lansia Dengan Hipertensi Stadium I Di Posyandu Lansia Desa Makam Haji. Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan, 2, 144-149.
Pangkahila, J.A. (2013). Pengaturan Pola Hidup dan Aktivitas Fisik Meningkatkan Umur Harapan Hidup. Sport and Fitness Journal, 1, 1-7.
Sukartini, T., & Nursalam. (2009). Manfaat Senam Tera Terhadap Kebugaran Lansia. Jurnal Penelitian Media Eksakta, 3, 153-158.


0 comments:

Post a Comment