1.
Pengertian
Lansia
Menurut ilmu
gerontologia (ilmu mengenai usia lanjut) setiap orang memiliki tiga macam umur.
Umur secara kronologis, biologis dan psikologis. Ada beberapa negara menetapkan
bahwa umur kronologis sebagai pembeda bagi lansia. Di Indonesia seseorang dianggap
lanjut usia ketika ia pensiun dari pekerjaannya pada usia 55 tahun. Di Amerika
Serikat, seseorang dikategorikan sebagai lansia pada usia 77 tahun yang
didahului masa pra lansia yaitu usia 69-76 tahun. Bagi orang jepang kesuksesan
justru dimulai pada usia 60 tahun. Banyak wanita jepang yang masih bekerja meski
umurnya sudah 60 tahun ke atas. Sedangkan WHO menetapkan usia 60 tahun sebagai titik
awal seseorang memasuki masa lansia (Junaidi, 2011).
Lansia
adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam ukuran dan
fungsi serta telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan waktu. Menua atau
menjadi tua adalah proses alami yang dialami setiap orang. Namun batasan atau
kategori usia tua masih relatif. Ada seorang yang sudah berusia 80 tahun masih
tetap sehat dan aktif bekerja, tapi ada juga yang baru berusia 45 tahun sudah
tidak kuat bekerja karena menderita suatu penyakit. Meski begitu badan
kesehatan dunia WHO menggunakan batasan lansia secara kronologis pada usia 60
tahun ke atas dan menganjurkan negara-negara anggotanya untuk menjadikan
sebagai patokan baku demi memudahkan dalam menyusun kebijakan masalah kesehatan
oleh WHO. Di Indonesia sendiri, lansia diprediksi mengalami peningkatan.
Berdasarkan data hasil sensus penduduk tahun 2010, menunjukkan bahwa penduduk
lanjut lansia usia 60 tahun ke atas meningkat secara signifikan (Khomarun,
2013: 144). Oleh karena itu, perlu penanganan kesehatan yang baik untuk
mengorganisir masalah-masalah yang mungkin muncul.
2.
Anatomi
Fisiologi Lansia
Banyak perubahan-perubahan
yang terjadi pada lansia, diantaranya perubahan komposisi tubuh, otot, tulang
dan sendi, sistem kardiovaskular, respirasi, dan kognisi. Distribusi lemak
berubah dengan bertambahnya usia. Laki-laki dengan bertambahnya usia akan
mengakumulasi lemak terutama di sekitar batang tubuh (truncus) dan di sekitar
organ-organ dalam, sedangkan wanita terutama di sekitar organ-organ dalam. Pada
Lansia, terdapat penurunan massa otot, perubahan distribusi darah ke otot, penurunan
PH dalam sel otot, otot menjadi lebih kaku, dan ada penurunan kekuatan otot.
Olahraga dapat meningkatkan kekuatan otot, massa otot, perfusi otot, dan kecepatan
konduksi saraf ke otot. Pada wanita lansia hilangnya estrogen sebagian
besar menjelaskan mengapa otot kehilangan tonus (Sukartini, 2009: 157).
Pada usia 90 tahunan, kebanyakan
lansia mengalami patah tulang panggul dan meninggal karena komplikasi. Laki-laki
kehilangan massa tulang sekitar 1% per tahun sesudah usia 50 tahun, sedangkan
wanita mulai kehilangan massa tulang pada usia 30 tahun ke atas, dengan laju
penurunan 2-3% per tahun sesudah menopause. Tulang dan sendi merupakan komponen
yang tidak dapat dipisahkan. Jika sendi tidak dapat digerakkan sesuai dengan
ROM (range of motion) maka gerakan
menjadi terbatas. Oleh karena itu, fleksibilitas menjadi komponen esensial dari
program latihan bagi lansia. Jika suatu sendi tidak digunakan, maka otot yang
melintasi sendi akan memendek dan mengurangi ROM. Latihan fleksibilitas dapat
meningkatkan kekuatan tendon dan ligamen, mempertahankan kekuatan otot yang
melintasi sendi, mengurangi nyeri pada kasus osteoartritis sehingga ROM bisa
dipertahankan.
Perubahan juga terjadi pada
sistem kardiovaskular, ditandai dengan adanya perubahan anatomi di jantung dan
pembuluh darah, menurunnya denyut nadi maksimal, meningkatnya tekanan darah,
hipotensi postural, perubahan dalam pemulihan denyut nadi sesudah aktivitas
fisik, menurunnya jumlah darah yang dipompa dalam tiap denyutan, dan perubahan
dalam darah (sel darah merah, hemoglobin). Perubahan juga terjadi pada fungsi
paru, diantaranya meningkatnya infeksi saluran nafas atas, berkurangnya luas
permukaan paru (75 m2 pada usia 20 tahun menjadi 50-60 m2)
berkurangnya elastisitas paru, perubahan volume paru, dan kemungkinan terjadi
penyakit paru obstruktif menahun yang dapat memperpendek nafas, dan rendahnya
toleransi terhadap latihan fisik. Selain itu, lansia merupakan populasi
yang rentan terhadap gangguan metabolisme karbohidrat yang dapat muncul sebagai
Diabetes Mellitus (DM), tetapi gejala klinis DM pada lansia seringkali bersifat
tidak spesifik. DM pada lansia seringkali tidak disadari hingga munculnya
penyakit lain atau baru disadari setelah terjadinya penyakit akut. Oleh sebab
itu, upaya diagnosis dini terhadap DM pada lansia perlu dilakukan (Indra,
2010). Secara ringkas
Kadir (2007) mengatakan perubahan yang terjadi pada lansia sebagai berikut:
-
Kulit tubuh menjadi lebih tipis, kering, keriput
dan tidak elastis lagi.
-
Rambut rontok warnanya berubah menjadi putih,
kering dan tidak mengkilat.
-
Jumlah otot berkurang, ukurannya menciut, volume
otot secara keseluruhan menyusut dan fungsinya menurun.
-
Otot-otot jantung mengalami perubahan degeneratif,
ukuran jantung mengecil, kekuatan memompa darah berkurang.
-
Pembuluh darah mengalami kekakuan (arteriosklerosis).
-
Terjadinya degenerasi selaput lendir dan bulu
getar saluran pernapasan, gelembung paru-paru menjadi kurang elastis.
-
Tulang-tulang menjadi keropos (osteoporosis).
-
Akibat degenerasi di persendian, permukaan
tulang rawan sendi menjadi kasar.
-
Karena proses degenerasi maka jumlah nefron
(satuan fungsional dari ginjal yang bertugas membersihkan darah) menurun yang
berakibat kemampuan mengeluarkan sisa metabolisme melalui air seni berkurang.
3.
Teori
Penuaan
a.
Wear and Tear Theory
Teori ini
menyatakan bahwa organ akan mengalami kerusakan bila dipakai secara berlebihan
dan makin sering dipakai berlebihan akan makin banyak yang rusak sehingga tubuh
tidak mampu memperbaiki.
b.
The Neuroendocrinology Theory
Teori ini
menjelaskan bahwa ketidakmampuan produksi hormon untuk mengimbangi fungsinya
yang berlebihan, sehingga tubuh akan mengalami kekurangan hormon secara
menyeluruh sehingga terjadila proses penuaan. Walaupun mekanisme umpan balik
mulai dari hipotalamus, hipofisis dan organ sasaran masih bekerja tetapi berhubung
kerjanya berlebih sehingga poros hipotalamus-hipofisis dan organ sasaran tetap
tidak mampu mengimbanginya dan akhirnya proses penuaan akan terjadi.
c.
The Genetic Control Theory
Kontrol
genetik mengatur manusia sesuai dengan apa yang telah diatur di dalam DNA
seseorang, namun sekarang berbagai kemajuan ilmu kedokteran khususnya dalam
bidang kedokteran anti penuaan telah mulai dijajaki untuk memutus rantai dari DNA
untuk mencegah kerusakan dan memperbaiki DNA.
d.
The Free Radical Theory
Radikal
bebas diyakini sebagai salah satu unsur yang mempercepat proses penuaan
sehingga berdasarkan teori ini maka terbentuknya radikal bebas yang berlebihan
harus segera dihindari (Weismann, 1882; Gerschman, 1954 dikutip oleh Goldman
and Klatz, 2007, dalam Pangkahila, 2013).
4.
Olahraga
pada Lansia
Olahraga pada lansia dapat
mencegah osteoporosis pada tulang dada, memperbiki kemampuan kardiovaskuler, memperbaiki
kondisi otot-otot pernafasan, dan meningkatkan sistem imun (Sukartini, 2009). Olahraga
dapat memperbaiki fungsi kognitif dengan cara meningkatkan aliran darah ke otak
dan meningkatkan pembentukan neurotransmiter otak. Sementara dalam hal emosi, lansia
berisiko untuk mengalami depresi dan menurunnya kemampuan dalam menghadapi
stres. Depresi dapat timbul karena menurunnya status kesehatan, kehilangan
kemampuan fisik, kehilangan pasangan hidup, tidak mempunyai pekerjaan, uang,
ketakutan hidup sendiri, dan lain sebagainya. Olahraga dapat memperbaiki mood,
meningkatkan kemampuan menghadapi stres, menurunkan angka depresi melalui
interaksi sosial saat olahraga. Lansia juga mengalami kendala pengaturan
keseimbangan karena menurunnya persepsi terhadap kedalaman, menurunnya penglihatan
perifer, menurunnya kemampuan untuk mendeteksi informasi. Kondisi ini berakibat
meningkatnya risiko jatuh pada lansia. Olahraga yang ditujukan untuk
memperbaiki keseimbangan sangat bermanfaat. Manfaat olahraga pada lansia
antara lain sebagai berikut:
-
Dapat memperpanjang usia
-
Menyehatkan jantung, otot, dan tulang.
-
Mengurangi kecemasan dan depresi, dan memperoleh
kepercayaan diri yang lebih tinggi.
-
Memperbaiki komposisi tubuh, seperti lemak
tubuh, kesehatan tulang, massa otot, dan meningkatkan daya tahan, massa otot
dan kekuatan otot, serta fleksibilitas sehingga lansia lebih sehat dan bugar
dan risiko jatuh berkurang.
-
Menurunkan risiko penyakit diabetes melitus,
hipertensi, dan penyakit jantung.
-
Menunjang kesehatan, yaitu dengan meningkatkan
nafsu makan, membuat kualitas tidur lebih baik, dan mengurangi kebutuhan
terhadap obat-obatan.
-
Meningkatkan kapasitas aerobik, kekuatan, fleksibilitas,
dan keseimbangan.
-
Meningkatkan mood, mengurangi risiko
pikun, dan mencegah depresi.
-
Mengurangi ketergantungan pada orang lain,
mendapat banyak teman, dan meningkatkan produktivitas.
Olahraga pada lansia harus
dilakukan dengan tepat sesuai kondisi lansia tersebut. Hal ini menjadi dasar
agar penentuan kadar olahraga mengacu pada screening
dari dokter terlebih dahulu. Screening
tersebut berfungsi untuk memberi informasi kondisi dari lansia, kondisi
saat itu dan riwayat dari kesehatan lansia. Sangat berbahaya apabila penentuan
kadar olahraga dilakukan hanya dengan melihat kondisi lansia dari mata
telanjang. Hal tersebut bisa berakibat fatal karena kondisi setiap lansia
berbeda-beda. Bagaimana jika lansia mempunyai penyakit dalam, kelainan genetik,
dan sebagainya. Kadar olahraga yang tidak sesuai, bukan hanya tujuan kesehatan
tidak tercapai tetapi juga dapat berakibat buruk dan bahkan bisa menyebabkan
kematian.
Secara umum olahraga pada
lansia dianjurkan untuk menjaga kebugaran. Kondisi yang bugar pada lansia dapat
meningkatkan kinerja sistem-sistem tubuh, sehingga fungsi sistem-sistem yang
ada dalam tubuh tersebut dapat berjalan dengan baik. Pada prinsipnya olahraga
pada lansia dimulai dengan intensitas yang rendah. Takaran olahraga atau
latihan pada lansia adalah dengan denyut nadi tidak lebih dari 85% dari denyut
nadi maksimal (DNM) (Kadir, 2007). Lansia yang berumur 70 tahun hanya boleh
berolahraga maksimal sampai denyut nadi 105 sampai 127 kali per menit
(Soekarman, 1989; Fox, 1993; Wibowo, 2003, dalam Kadir, 2007). Olahraga yang
bisa dilakukan adalah seperti berikut:
1.
Latihan aerobik
Latihan aerobik artinya
latihan olahraga untuk kesehatan jantung dan paru-paru, berupa gerakan tubuh
secara umum seperti berjalan kaki. Latihan aerobik dapat dilakukan selama 30
menit setiap hari dalam seminggu. Selain jalan, latihan aerobik bisa dilakukan dengan
berenang, bersepeda.
Latihan aerobik ini disarankan agar yang menyenangkan. Supaya menghindari
kejenuhan pada lansia.
2.
Latihan kekuatan
Latihan kekuatan
cukup penting untuk menjaga otot-otot lansia agar tidak mengalami degenerasi
sel yang cepat. Latihan kekuatan bisa dilakukan dengan bentuk angkat botol air
mineral yang dilakukan perlahan-lahan, dari menggerakan tangan tanpa beban
beberapa menit, lalu dengan beban agar persendian teratur dan tidak kaget.
Latihan kekuatan juga bisa dengan cara bangun lalu berdiri dari kursi, hal ini pun
sama dilakukan perlahan dulu seperti pemanasan.
3.
Latihan keseimbangan
Latihan keseimbangan
sangat penting karena memang memiliki bukti ilmiah, tetapi secara empiris baik
dilakukan untuk meningkatkan stabilitas dan menghindari risiko lansia jatuh.
Latihan ini bisa dengan cara, berdiri pada satu kaki, peregangan otot-otot
lengan dan kaki, seperti saat kita melakukan pemanasan sebelum berolahraga pada
umumnya. Latihan ini dilakukan seminggu dua kali.
4.
Latihan kelentukan
Latihan kelentukan dibutuhkan oleh lansia untuk menjaga ROM (range of motion) sekaligus menjaga
fungsi muskuloskeletal. Latihan ini bisa berupa peregangan otot.
Daftar Rujuan
Indra
Kurniawan. (2010). Diabetes Tipe 2 Pada Usia Lanjut. Majalah Kedokteran Indonesia, 12, 576-584.
Junaidi,
S. (2011). Pembinaan Fisik Lansia Melalui Aktivitas Olahraga Jalan Kaki. Jurnal Media Ilmu Keolahragaan Indonesia,
1, 17-21.
Kadir,
A. (2007). Olahraga Pada Usia Lanjut. Wijaya
Kusuma, 1, 63-68.
Khomarun,
Wahyuni, E.S., & Nugroho, M.A. (2013). Pengaruh Aktivitas Fisik Jalan Pagi
Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Lansia Dengan Hipertensi Stadium I Di
Posyandu Lansia Desa Makam Haji. Jurnal
Terpadu Ilmu Kesehatan, 2, 144-149.
Pangkahila,
J.A. (2013). Pengaturan Pola Hidup dan Aktivitas Fisik Meningkatkan Umur
Harapan Hidup. Sport and Fitness Journal,
1, 1-7.
Sukartini,
T., & Nursalam. (2009). Manfaat Senam Tera Terhadap Kebugaran Lansia. Jurnal Penelitian Media Eksakta, 3,
153-158.
0 comments:
Post a Comment