Prinsip-prinsip latihan yang akan dikemukakan disini adalah
prinsip-prinsip yang mendasar akan tetapi penting yang dapat diterapkan pada
setiap cabang olahraga. Prinsip-prinsip ini harus diketahui dan benar-benar
dimengerti oleh pelatih dan atlet.
1.
Prinsip Beban Lebih (overload principle)
Prinsip ini mengatakan bahwa latihan yang
diberikan kepada atlet haruslah cukup berat dan cukup bengis, serta harus
diberikan berulang kali dengan intensitas yang cukup tinggi (Harsono,
1988:103).Apabila latihan dilakukan secara sistematis maka diharapkan tubuh
atlet dapat menyesuaikan (adapt) diri semaksimal mungkin kepada latihan berat
yang diberikan, serta dapat bertahan terhadap stress-stress yang ditimbulkan
oleh latihan berta tersebut, baik stress fisik maupun stress mental.
Dalam olahraga, agar prestasi dapat
meningkat, atlet harus selalu berusaha untuk berlatih dengan beban kerja yang
lebih berat daripada yang mampu dilakukannya saat itu atau dengan perkataan
lain, dia harus senantiasa berusaha untuk berlatih dengan beban kerja yang ada
diatas ambang rangsang kepekaannya (threshold of sensitivity). Harsono
(1988:103) memandang bahwa factor beban berlebih sangatlah menentukan atas
keberhasilan latihan, sebagaimana yang telah dikemukakannya sebagai berikut:
Kalau beban latihan terlalu ringan dan tidak ditambah
(tidak diberi overload), maka berapa lama pun kita berlatih, betapa seringpun
kita berlatih, atau sampai bagaimana capik pun kita mengulang-ulang latihan
tersebut, peningkatan prestasi tidak akan mungkin. Jadi, faktor beban lebih
atau overload dalam hal ini merupakan faktor yang sangat menentukan.
Contoh:
1. Atlet yang sudah mampu
melakukan bench-press dengan bobot 35kg harus kemudian berlatih dengan beban
yang lebih berat, misalnya 37 atau 38kg, dan jangan tetap berlatih dengan
bebabn 35kg saja.
2. Pemanah yang menganggap
menembak 100 anak panah sudah terlalu ringan, harus berlatih dengan jumlah anak
panah yang lebih banyak, misalnya 125 anak panah, bukan tetap 100 anak panah
saja apalagi dikurangi.
Dalam menerapkan prinsip
overload kita harus memperhatikan tentang bagaimana menambah beban latihan.
Sebagaimana saran dari Bompa (1983) dalam menambah beban latihan disarankan
menerapkan sistem yang disebut The Step Type Approach atau sistem tangga yang
diilustrsikan dalam gambar dibawah ini:
Gambar.Penambahan beban
latihan secara bertahap. Sumber (Harsono, 1988:105)
Setiap garis vertical pada
gambar tersebut menunjukkan perubahan pada beban latihan, sedangkan garis
horizontal menunjukkan tahap adaptasi terhadap beban.Tiga anak tangga pertama
ditingkatkan secara bertahap, sedangkan pada tangga ke empat beban diturunkan
(unloading), fase ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada tubuh agar
melakukan regenerasi.
2.
Perkembangan Menyeluruh
Prinsip perkembangan menyeluruh atau
multilateral development (Bompa dalam Harsono:1983) merupakan prinsip yang
telah diterima secara umum dalam dunia pendidikan. Meskipun seseorang memiliki
spesialisasi keterampilan, pada permulaan belajar dia sebaiknya dilibatkan
dalam berbagai aspek kegiatan agar dengan demikian dia memiliki dasar-dasar yang
lebih kokh guna menunjang keterampilan spesialisasinya kelak.Dalam dunia
olahraga atlet-atlet muda begitu cepat perkembangan prestasinya.Kecuali karena
bakat, hal ini disebabkan karena mereka melibatkan diri dalm berbagai aktivitas
sehingga mengalami perkembangan yang komprehensif, yang menyeluruh, terutama
dalam kondisi fisiknya seperti kekuatan, daya tahan, kecepatan, kelincahan,
koordinasi gerak, dan sebagainya.
Dasar perkembangan multilateral, terutama
perkembangan fisik, merupakan salah satu syarat untuk memungkinkan tercapainya
perkembangan fisik khusus dan penguasaan keterampilan yang sempurna dari cabang
olahraga.Gambar dibawah ini menggambarkan jenjang-jenjang yang utama dalam
latihan olahraga.
Gambar. Jenjang latihan
olahraga
Dasar dari piramida diatas, yang boleh
dianggap sebagai fondasi program latihan setiap cabang olahraga, berisi
latihan-latihan untuk perkembangan yang menyeluruh. Apabila perkembangan ini
telah mencapai suatu tingkat yang cukup memuaskan khususnya perkembangan fisik,
atlet kemudian memasuki jenjang latihan yang kedua, yaitu spesialisasi dalam
cabang olahraga yang dianutnya. Ini kemudian akan membimbing atlet kepada
karier olahraga yang paling tinggi yaitu jenjang latihan untuk prestasi
maksimal.
Prinsip perkembangan multilateral
didasarkan pada fakta bahwa selalu ada interdependensi (saling ketergantungan)
antara semua organ dan sistem tubuh manusia, dan antara proses-proses faaliah
dengan psikologis.
3.
Spesialisasi
Spesialisasi berarti mencurahkan segala
kemampuan, baik fisik maupun psikis pada satu cabang olahraga tertentu. Dengan
demikian atlet tidak akan terpecah perhatiannya karena bias memfokuskan
perhatiannya pada satu konsentrasi.
Mengenai spesialisasi ini, Ozolin (Bompa
dalam Harsono, 1983) menganjurkan sebagai berikut: agar aktivitas-aktivitas
motoric yang khusus mempunyai pengaruh yang baik terhadap latihan, maka latihan
harus didasarkan pada dua hal, yaitu (a) melakukan latihan-latihan yang khas
bagi cabang olahraga spesialisasi tersebut, misalnya pemain voli melakukan
latihan-latihan yang khas untuk meningkatkan keterampilan bermain voli. (b)
malakukan latihan-latihan untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan biomotorik
yang dibutuhkan oleh cabang olahraga tersebut, misalnya latihan fisik yang khas
untuk cabang olahraga itu.
Penerapan prinsip spesialisasi kepada
anak-anak dan atlet muda harus dilakukan dengan hati-hati dan dengan
pertimbangan yang cerdik dengan selalu berpedoman bahwa latihan multilateral
harus merupakan basisi bagi perkembangan spesialisasi.Karena itu rasio antara
latihan multilateral dan latihan spesialisasi harus direncanakan dengan baik.
4.
Prinsip Individualisasi
Setiap individu memiliki perbedaan antra
yang satu dengan yang lainnya. Dalam latihan pelatih tidak boleh menyamaratakan
program latihan untuk seluruh atletnya, akan tetapi harus berbeda-beda sesuai
kebutuhan dan kemampuan individu masing-masing. Penerapan prinsip
individualisasi dalam beberapa kondisi memang sulit diterapkan, terutama
apabila menyangkut kepadalatihan pola olahraga beregu.Keadaan tersebut bukan
berarti prinsip individualisasi tidak dapat diterapkan, namun dapat dilakukan
dengan pembentukan kelompok yang setara kemempuannya.
Kemampuan usaha atlet tergantung dari
beberapa faktor (Bompa dalam Harsono: 1983) :
a.
Usia biologis dan kronologis atlet, terutama anak-anak dan
yunior yang organisme tubuhnya belum mencapai kedewasaan. Latihannya disbanding
dengan orang dewasa harus lebih menyeluruh dan dengan intensitas moderat.
b. Pengalaman dalam melakukan
olahraga
c. Kemampuan kerja dan prestasi
individu
d. Status kesehatan juga
menentukan batas kemampuan berlatih atlet.
e. Dalam merencanakan latihan,
pelatih harus pula mempertimbangkan faktor-faktor diluar latihan yang sering
kali menuntut energy yang tidak sedikit dari atlet.
5.
Intensitas Latihan
Banyak pelatih yang gagal untuk
memberikan latihan berat kepada atletnya.Sebaliknya atlet yang enggan melakukan
latihan yang berat yang melebihi ambang rangsangannya. Hal ini disebabkan oleh:
a.
Ketakutan bahwa latihan yang berat akan mengakibatkan kondisi
fisiologis yang abnormal atau akan menimbulkan staleness.
b.
Kurangnya motivasi
c.
Tidak tahu bagaimana prinsip-prinsip latihan yang benar.
Perubahan fisiologis dan psikologis yang positif hanyalah mungkin apabila
atlet dilatih atau berlatih melalui suatu program latihan yang intensif yang
dilandaskan pada prinsip overload, dimana kita secaraprogresif menambahkan
beban kerja, jumlah pengulangan gerakan, serta kadar intensitas dari repetisi
tersebut.
6.
Kualitas Latihan
Lebih penting dari intensitas latihan
adlah mutu atau kualitas latihan yang diberikan oleh pelatih kepada
atlet.Setiap latihan haruslah berisi dril-dril yang bermanfaat dan yang jelas
arah serta tujuan latihannya. Atlet harus merasakan bahwa apa yang diberikan
oleh pelatih adalah memang berguna baginya, dan bahwa hari itu dia telah lagi
belajar atau mengalami sesuatu yang baru.
Latihan yang intensif belum tentu dengan
sendirinya berarti bahwa latihan tersebut bermutu. Dikatakan bermutu adalah
apabila latihan atau dril-dril yang diberikan memang benar sesuai dengan
kebutuhan atlet, apabila koreksi-koreksi yang konstruktif sering diberikan,
apabila pengawasan dilakukan oleh pelatih sampai ke detail-detail gerakan, dan
apabila prinsip overload diterapkan, baik dalam segi fisik maupun mental atlet.
Konsekuensi dari latihan yang bermutu
atau nerkualitas tinggi biasanya adalah prestasi yang tinggi pula. Kecuali
faktor pelatih, ada faktor lain yang mendukung dan ikut menentukan kualitas
training, yaitu hasil-hasil penemuan penelitian, fasilitas dan peralatan
latihan, hasil-hasil evaluasi dari pertandingan, kemampuan atlet dsb.
Pelatih dan atlet merupakan peletak batu pertama dan sumber
penggerak setiap sistem training.Peran keduanya adalah yang paling penting dan
paling menetukan dalam seluruh sistem latihan. Kepribadian dan kiprah pelatih,
serta pengetahuannya mengenai olahraga yang dilatihnya amat penting dalam
memberikan motivasi kepada atlet dalam usahanya untuk mencapai prestasi yang
setinggi-tingginya.
7.
Variasi dalam Latihan
Untuk mencegah kemungkinan timbulnya
kebosanan berlatih ini, pelatih harus kreatif dan pandai-pandai mencari dan
menerapkan variasi-variasi dalam latihan.Latihan kekuatan untuk otot tungkai
seorang pelompat tinggi misalnya, bias divariasi dengan misalnya
melompat-lompat melewati bangku, naik tangga, melakukan leg press, melakukan
bentuk permainan atau pertandingan dengan bola sambil berjongkok.Dengan
demikian diharapkan faktor kebosanan latihan dapat dihindari dan tujuan latihan
memperkuat otot tungkai tetap dapat dicapai.
Variasi latihan lainnya dapat pula
berbentuk permainan dengan bola, perlombaan estafet, berenang, naik sepeda ke
gunung, cross country dsb. Kecuali membawa kegembiraan berlatih, unsur daya
tahan, koordinasi gerak, kelincahan, dan lain-lain komponen fisik juga akan
turut terlatih. Variasi latihan yang dikreasi dan diterapkan secara kreatif
akan dapat menjaga terpeliharanya kondisi fisik mupun mental atlet, sehingga
dengan demikian timbulnya kebosanan berlatih sejauh mungkin dapat dihindari.
8.
Lama Latihan
Waktu latihan sebaiknya adalah pendek
akan tetapi berisi dan padat dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat. Kecuali
waktunya yang pendek, latihan harus juga dilakukan sesering mungkin.Setiap
latihan tersebut harus dilakukan dengan usaha yang sebaik-baiknya dan dengan
kualitas atau mutu yang tinggi.
Suatu kuntungan dari
latihan-latihan yang pendek adalah bahwa hal ini akan terus membawa atlet dalam
alam berfikir tentang latihannya, artinya segala sesuatu yang diberikan kepadanya
dalam latihan tadi akan dapat terus berdengung dalam fikirannya.
Apabila waktu latihan
berlangsung terlalu lama dan terlalu melelahkan maka bahayanya adalah bahwa
atlet akan memandang setiap latihan sebagai suatu siksaan.
9.
Latihan Relaksasi
Rileksasi fisik dalah masalah yang
berhubungan dengan tinggi rendahnya tingkat ketegangan (degree of tension) yang
da dalam otot-otot. Suatu rahasia dalam olahraga adalah, untuk jangan
memberikan kepada otot-otot yang sedang bekerja ketegangan yang lebih dari yang
dibutuhkan untuk melaksanakan gerakan-gerakan yang dimaksud, dan untuk
mendapatkan tingkat ketegangan yang serendah-rendahnya didalam otot-otot
antagonis, agar dengan demikian tidak menghalangi kerja otot-otot yang sedang
bekerja yang sdang berkontrkasi.
Dalam olahraga relaksasi yang diperlukan
tidak hanya rileksasi didalam otot atau fisik saja, namun juga rileksasi
mental, yang seringkali malah lebih penting daripada rileksasi fisik.Lawther
berpendapat bahwa “relaxation seem to come under voluntary control”.
Relaksasiadalah suatu proses conditioned learning, belajar untuk membiasakan
diri untuk rilieks (Lawther dalam Harsono : 1959).
Relaxation adalah alt yang penting untuk
mengendalikan diri sendir dan untuk mempertahankan sikap dan kesimbangan
(poise) selama pertandingan berlangsung, baik fisik maupun mental.Relaxation
adalah alat yang efektif untuk menghindarkan kekakuan, ketegangan, terutama
saat terakhir suatu pertandingan.
10.
Tes-tes uji coba
Tes uji coba atau lazim disebut tes
trials adalah tes atau pertandingan yang dijadwalkan sebelum pertandingan besar
sebenarnya berlangsung. Tujuan utama pertandingan uji coba adalah:
a.
Untuk memberikan pegalaman kepada atlet dan tim untuk
bertanding dalam suasana pertandingan yang sebenarnya, dengan peraturan-peraturan
permainan dan pertandingan yang resmi, dan ditonton oleh penonton yang masih
asing bagi mereka.
b.
Untuk mencari atau mengetahui (kalau ada)
kekurangan-kekurangan atlet dan tim, baik dalam aspek teknik, taktik,dan
kerjasama fisik maupun mental.
c.
Untuk menguji kemampuan taktis regu kita dalam
menghadapiberbagai strategi dan taktik lawan.
d.
Untuk memberikan pengalaman terlibat dalam situasi-situasi
stress fisik dan mental pertandingan dan berusaha mengatasinya.
e. Untuk menguji atlet berada
dalam situasi dan kondisi pertandingan yang keras, rumit dan kejam.
0 comments:
Post a Comment