Friday 26 January 2018

Prinsip-prinsip Latihan



Prinsip-prinsip latihan yang akan dikemukakan disini adalah prinsip-prinsip yang mendasar akan tetapi penting yang dapat diterapkan pada setiap cabang olahraga. Prinsip-prinsip ini harus diketahui dan benar-benar dimengerti oleh pelatih dan atlet.

1.    Prinsip Beban Lebih (overload principle)
       Prinsip ini mengatakan bahwa latihan yang diberikan kepada atlet haruslah cukup berat dan cukup bengis, serta harus diberikan berulang kali dengan intensitas yang cukup tinggi (Harsono, 1988:103).Apabila latihan dilakukan secara sistematis maka diharapkan tubuh atlet dapat menyesuaikan (adapt) diri semaksimal mungkin kepada latihan berat yang diberikan, serta dapat bertahan terhadap stress-stress yang ditimbulkan oleh latihan berta tersebut, baik stress fisik maupun stress mental.
       Dalam olahraga, agar prestasi dapat meningkat, atlet harus selalu berusaha untuk berlatih dengan beban kerja yang lebih berat daripada yang mampu dilakukannya saat itu atau dengan perkataan lain, dia harus senantiasa berusaha untuk berlatih dengan beban kerja yang ada diatas ambang rangsang kepekaannya (threshold of sensitivity). Harsono (1988:103) memandang bahwa factor beban berlebih sangatlah menentukan atas keberhasilan latihan, sebagaimana yang telah dikemukakannya sebagai berikut:
Kalau beban latihan terlalu ringan dan tidak ditambah (tidak diberi overload), maka berapa lama pun kita berlatih, betapa seringpun kita berlatih, atau sampai bagaimana capik pun kita mengulang-ulang latihan tersebut, peningkatan prestasi tidak akan mungkin. Jadi, faktor beban lebih atau overload dalam hal ini merupakan faktor yang sangat menentukan.
       Contoh:
       1. Atlet yang sudah mampu melakukan bench-press dengan bobot 35kg harus kemudian berlatih dengan beban yang lebih berat, misalnya 37 atau 38kg, dan jangan tetap berlatih dengan bebabn 35kg saja.
       2. Pemanah yang menganggap menembak 100 anak panah sudah terlalu ringan, harus berlatih dengan jumlah anak panah yang lebih banyak, misalnya 125 anak panah, bukan tetap 100 anak panah saja apalagi dikurangi.
       Dalam menerapkan prinsip overload kita harus memperhatikan tentang bagaimana menambah beban latihan. Sebagaimana saran dari Bompa (1983) dalam menambah beban latihan disarankan menerapkan sistem yang disebut The Step Type Approach atau sistem tangga yang diilustrsikan dalam gambar dibawah ini:




Gambar.Penambahan beban latihan secara bertahap. Sumber (Harsono, 1988:105)
       Setiap garis vertical pada gambar tersebut menunjukkan perubahan pada beban latihan, sedangkan garis horizontal menunjukkan tahap adaptasi terhadap beban.Tiga anak tangga pertama ditingkatkan secara bertahap, sedangkan pada tangga ke empat beban diturunkan (unloading), fase ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada tubuh agar melakukan regenerasi.

2.    Perkembangan Menyeluruh
       Prinsip perkembangan menyeluruh atau multilateral development (Bompa dalam Harsono:1983) merupakan prinsip yang telah diterima secara umum dalam dunia pendidikan. Meskipun seseorang memiliki spesialisasi keterampilan, pada permulaan belajar dia sebaiknya dilibatkan dalam berbagai aspek kegiatan agar dengan demikian dia memiliki dasar-dasar yang lebih kokh guna menunjang keterampilan spesialisasinya kelak.Dalam dunia olahraga atlet-atlet muda begitu cepat perkembangan prestasinya.Kecuali karena bakat, hal ini disebabkan karena mereka melibatkan diri dalm berbagai aktivitas sehingga mengalami perkembangan yang komprehensif, yang menyeluruh, terutama dalam kondisi fisiknya seperti kekuatan, daya tahan, kecepatan, kelincahan, koordinasi gerak, dan sebagainya.
       Dasar perkembangan multilateral, terutama perkembangan fisik, merupakan salah satu syarat untuk memungkinkan tercapainya perkembangan fisik khusus dan penguasaan keterampilan yang sempurna dari cabang olahraga.Gambar dibawah ini menggambarkan jenjang-jenjang yang utama dalam latihan olahraga.


 Gambar. Jenjang latihan olahraga
       Dasar dari piramida diatas, yang boleh dianggap sebagai fondasi program latihan setiap cabang olahraga, berisi latihan-latihan untuk perkembangan yang menyeluruh. Apabila perkembangan ini telah mencapai suatu tingkat yang cukup memuaskan khususnya perkembangan fisik, atlet kemudian memasuki jenjang latihan yang kedua, yaitu spesialisasi dalam cabang olahraga yang dianutnya. Ini kemudian akan membimbing atlet kepada karier olahraga yang paling tinggi yaitu jenjang latihan untuk prestasi maksimal.
       Prinsip perkembangan multilateral didasarkan pada fakta bahwa selalu ada interdependensi (saling ketergantungan) antara semua organ dan sistem tubuh manusia, dan antara proses-proses faaliah dengan psikologis.

3.    Spesialisasi
       Spesialisasi berarti mencurahkan segala kemampuan, baik fisik maupun psikis pada satu cabang olahraga tertentu. Dengan demikian atlet tidak akan terpecah perhatiannya karena bias memfokuskan perhatiannya pada satu konsentrasi.
       Mengenai spesialisasi ini, Ozolin (Bompa dalam Harsono, 1983) menganjurkan sebagai berikut: agar aktivitas-aktivitas motoric yang khusus mempunyai pengaruh yang baik terhadap latihan, maka latihan harus didasarkan pada dua hal, yaitu (a) melakukan latihan-latihan yang khas bagi cabang olahraga spesialisasi tersebut, misalnya pemain voli melakukan latihan-latihan yang khas untuk meningkatkan keterampilan bermain voli. (b) malakukan latihan-latihan untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan biomotorik yang dibutuhkan oleh cabang olahraga tersebut, misalnya latihan fisik yang khas untuk cabang olahraga itu.
       Penerapan prinsip spesialisasi kepada anak-anak dan atlet muda harus dilakukan dengan hati-hati dan dengan pertimbangan yang cerdik dengan selalu berpedoman bahwa latihan multilateral harus merupakan basisi bagi perkembangan spesialisasi.Karena itu rasio antara latihan multilateral dan latihan spesialisasi harus direncanakan dengan baik.

4.    Prinsip Individualisasi
       Setiap individu memiliki perbedaan antra yang satu dengan yang lainnya. Dalam latihan pelatih tidak boleh menyamaratakan program latihan untuk seluruh atletnya, akan tetapi harus berbeda-beda sesuai kebutuhan dan kemampuan individu masing-masing. Penerapan prinsip individualisasi dalam beberapa kondisi memang sulit diterapkan, terutama apabila menyangkut kepadalatihan pola olahraga beregu.Keadaan tersebut bukan berarti prinsip individualisasi tidak dapat diterapkan, namun dapat dilakukan dengan pembentukan kelompok yang setara kemempuannya.
     Kemampuan usaha atlet tergantung dari beberapa faktor (Bompa dalam Harsono: 1983) :
a.       Usia biologis dan kronologis atlet, terutama anak-anak dan yunior yang organisme tubuhnya belum mencapai kedewasaan. Latihannya disbanding dengan orang dewasa harus lebih menyeluruh dan dengan intensitas moderat.
b.      Pengalaman dalam melakukan olahraga
c.       Kemampuan kerja dan prestasi individu
d.      Status kesehatan juga menentukan batas kemampuan berlatih atlet.
e.   Dalam merencanakan latihan, pelatih harus pula mempertimbangkan faktor-faktor diluar latihan yang sering kali menuntut energy yang tidak sedikit dari atlet.
5.    Intensitas Latihan
       Banyak pelatih yang gagal untuk memberikan latihan berat kepada atletnya.Sebaliknya atlet yang enggan melakukan latihan yang berat yang melebihi ambang rangsangannya. Hal ini disebabkan oleh:
a.    Ketakutan bahwa latihan yang berat akan mengakibatkan kondisi fisiologis yang abnormal atau akan menimbulkan staleness.
b.    Kurangnya motivasi
c.    Tidak tahu bagaimana prinsip-prinsip latihan yang benar.
Perubahan fisiologis dan psikologis yang positif hanyalah mungkin apabila atlet dilatih atau berlatih melalui suatu program latihan yang intensif yang dilandaskan pada prinsip overload, dimana kita secaraprogresif menambahkan beban kerja, jumlah pengulangan gerakan, serta kadar intensitas dari repetisi tersebut.               
6.    Kualitas Latihan
       Lebih penting dari intensitas latihan adlah mutu atau kualitas latihan yang diberikan oleh pelatih kepada atlet.Setiap latihan haruslah berisi dril-dril yang bermanfaat dan yang jelas arah serta tujuan latihannya. Atlet harus merasakan bahwa apa yang diberikan oleh pelatih adalah memang berguna baginya, dan bahwa hari itu dia telah lagi belajar atau mengalami sesuatu yang baru.
       Latihan yang intensif belum tentu dengan sendirinya berarti bahwa latihan tersebut bermutu. Dikatakan bermutu adalah apabila latihan atau dril-dril yang diberikan memang benar sesuai dengan kebutuhan atlet, apabila koreksi-koreksi yang konstruktif sering diberikan, apabila pengawasan dilakukan oleh pelatih sampai ke detail-detail gerakan, dan apabila prinsip overload diterapkan, baik dalam segi fisik maupun mental atlet.
       Konsekuensi dari latihan yang bermutu atau nerkualitas tinggi biasanya adalah prestasi yang tinggi pula. Kecuali faktor pelatih, ada faktor lain yang mendukung dan ikut menentukan kualitas training, yaitu hasil-hasil penemuan penelitian, fasilitas dan peralatan latihan, hasil-hasil evaluasi dari pertandingan, kemampuan atlet dsb.





Pelatih dan atlet merupakan peletak batu pertama dan sumber penggerak setiap sistem training.Peran keduanya adalah yang paling penting dan paling menetukan dalam seluruh sistem latihan. Kepribadian dan kiprah pelatih, serta pengetahuannya mengenai olahraga yang dilatihnya amat penting dalam memberikan motivasi kepada atlet dalam usahanya untuk mencapai prestasi yang setinggi-tingginya.

7.    Variasi dalam Latihan
       Untuk mencegah kemungkinan timbulnya kebosanan berlatih ini, pelatih harus kreatif dan pandai-pandai mencari dan menerapkan variasi-variasi dalam latihan.Latihan kekuatan untuk otot tungkai seorang pelompat tinggi misalnya, bias divariasi dengan misalnya melompat-lompat melewati bangku, naik tangga, melakukan leg press, melakukan bentuk permainan atau pertandingan dengan bola sambil berjongkok.Dengan demikian diharapkan faktor kebosanan latihan dapat dihindari dan tujuan latihan memperkuat otot tungkai tetap dapat dicapai.
       Variasi latihan lainnya dapat pula berbentuk permainan dengan bola, perlombaan estafet, berenang, naik sepeda ke gunung, cross country dsb. Kecuali membawa kegembiraan berlatih, unsur daya tahan, koordinasi gerak, kelincahan, dan lain-lain komponen fisik juga akan turut terlatih. Variasi latihan yang dikreasi dan diterapkan secara kreatif akan dapat menjaga terpeliharanya kondisi fisik mupun mental atlet, sehingga dengan demikian timbulnya kebosanan berlatih sejauh mungkin dapat dihindari.

8.    Lama Latihan
       Waktu latihan sebaiknya adalah pendek akan tetapi berisi dan padat dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat. Kecuali waktunya yang pendek, latihan harus juga dilakukan sesering mungkin.Setiap latihan tersebut harus dilakukan dengan usaha yang sebaik-baiknya dan dengan kualitas atau mutu yang tinggi.
       Suatu kuntungan dari latihan-latihan yang pendek adalah bahwa hal ini akan terus membawa atlet dalam alam berfikir tentang latihannya, artinya segala sesuatu yang diberikan kepadanya dalam latihan tadi akan dapat terus berdengung dalam fikirannya.
       Apabila waktu latihan berlangsung terlalu lama dan terlalu melelahkan maka bahayanya adalah bahwa atlet akan memandang setiap latihan sebagai suatu siksaan.

9.    Latihan Relaksasi
       Rileksasi fisik dalah masalah yang berhubungan dengan tinggi rendahnya tingkat ketegangan (degree of tension) yang da dalam otot-otot. Suatu rahasia dalam olahraga adalah, untuk jangan memberikan kepada otot-otot yang sedang bekerja ketegangan yang lebih dari yang dibutuhkan untuk melaksanakan gerakan-gerakan yang dimaksud, dan untuk mendapatkan tingkat ketegangan yang serendah-rendahnya didalam otot-otot antagonis, agar dengan demikian tidak menghalangi kerja otot-otot yang sedang bekerja yang sdang berkontrkasi.
       Dalam olahraga relaksasi yang diperlukan tidak hanya rileksasi didalam otot atau fisik saja, namun juga rileksasi mental, yang seringkali malah lebih penting daripada rileksasi fisik.Lawther berpendapat bahwa “relaxation seem to come under voluntary control”. Relaksasiadalah suatu proses conditioned learning, belajar untuk membiasakan diri untuk rilieks (Lawther dalam Harsono : 1959).
       Relaxation adalah alt yang penting untuk mengendalikan diri sendir dan untuk mempertahankan sikap dan kesimbangan (poise) selama pertandingan berlangsung, baik fisik maupun mental.Relaxation adalah alat yang efektif untuk menghindarkan kekakuan, ketegangan, terutama saat terakhir suatu pertandingan.

10.    Tes-tes uji coba
       Tes uji coba atau lazim disebut tes trials adalah tes atau pertandingan yang dijadwalkan sebelum pertandingan besar sebenarnya berlangsung. Tujuan utama pertandingan uji coba adalah:
a.    Untuk memberikan pegalaman kepada atlet dan tim untuk bertanding dalam suasana pertandingan yang sebenarnya, dengan peraturan-peraturan permainan dan pertandingan yang resmi, dan ditonton oleh penonton yang masih asing bagi mereka.
b.    Untuk mencari atau mengetahui (kalau ada) kekurangan-kekurangan atlet dan tim, baik dalam aspek teknik, taktik,dan kerjasama fisik maupun mental.
c.    Untuk menguji kemampuan taktis regu kita dalam menghadapiberbagai strategi dan taktik lawan.
d.   Untuk memberikan pengalaman terlibat dalam situasi-situasi stress fisik dan mental pertandingan dan berusaha mengatasinya.
e.    Untuk menguji atlet berada dalam situasi dan kondisi pertandingan yang keras, rumit dan kejam.